STOK BERAS MELIMPAH, HARGA BIKIN RESAH, RAKYAT MAKIN SUSAH


author photo

1 Jul 2025 - 08.12 WIB




Oleh : Hafizah D.A., S.Si.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga rata-rata nasional beras premium dan medium di minggu keempat Juni 2025 masih di atas rata-rata HET. Tercatat untuk beras premium dan medium masing-masing mencapai Rp 15.799/kg dan Rp 14.070/kg. Kenaikan ini telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Bahkan sekarang telah dialami oleh 163 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kondisi ini terjadi saat stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog melimpah dan mencatat rekor terbanyak sepanjang sejarah, yaitu 4,2 juta ton. Sementara penyerapan gabah petani sebesar 2,6 juta ton setara beras.(finance.detik.com/30/06/2025)

Pada jalur distribusi, Bapanas mencatat rata-rata stok beras Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) untuk periode 25 Mei sampai 1 Juni 2025 sebesar 49,960 ton. Nilai ini masih di atas level minimal yang aman untuk pasar grosir, yaitu di atas 30 ribu ton.(finance.detik.com/30/06/2025)
 
Anomali ini dinilai beberapa pihak sebagai indikasi adanya gangguan dalam rantai distribusi yang berdampak pada kenaikan harga beras. Sebagian lainnya menilai kondisi ketidaknormalan ini terjadi akibat penumpukan stok di gudang Bulog sehingga penyaluran beras ke pasar terganggu. Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman bahkan menduga ada pihak yang mengambil keuntungan dengan mendorong harga eceran naik dan menciptakan ilusi kelangkaan. (ekonomi.bisnis.com/17/06/2025)(beritasatu.com/19/06/2025)(20.detik.com/04/06/2025)

SELALU BERULANG

Harga beras yang tak stabil dan mengalami lonjakan kenaikan sebenarnya selalu terjadi berulang. Kondisi ini tentu saja merugikan masyarakat dan petani karena dapat menyebabkan penurunan daya beli dan ketahanan pangan lokal. Solusi pragmatis pemerintah hanya berputar pada operasi pasar, intervensi harga, pasar pangan murah, dan pembagian bansos. Kebijakan stabilisasi harga ini hanya bisa menenangkan kondisi sesaat dan tidak pernah mengatasi masalah secara tuntas.

Inilah wujud kegagalan tata kelola pangan berbasis sistem kapitalisme liberal. Meski stok melimpah di pihak produsen dan distributor, harga beras tetap tinggi. Ini menunjukkan kondisi pasar yang tak sehat. 

Negara bersikap pasif dan membiarkan pasar dikendalikan oleh pedagang dan korporasi swasta. Sebab Bulog hanya menguasai 8-9% pasar beras, selebihnya dikendalikan oleh swasta. Karena itu, korporasi swasta memegang kendali mayoritas atas produksi, pasokan, distribusi, pasar dan harga beras (antaranews.com/24/11/2024). Terbentuklah pasar bebas yang minim pengawasan negara sehingga spekulasi dan penipuan harga oleh kartel dan mafia seringkali terjadi. 

Penguasaan hajat hidup rakyat oleh swasta adalah konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang memfasilitasi kebebasan kepemilikan individu. Negara hanya bertindak sebatas regulator dan fasilitator kepentingan ekonomi korporat swasta. Alih-alih berpihak pada dan melindungi rakyat dari kerentanan terhadap akses pangan. 

ISLAM DAN JAMINAN KESTABILAN HARGA PANGAN

Islam memandang pangan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara. Bukan sekadar komoditas dagang demi keuntungan korporatokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Karena negara adalah pelindung, pengurus, dan penanggung jawab rakyatnya (HR Muslim dan Ahmad).

Melalui pelaksanaan sistem Islam kaffah berbasis ketakwaan individu, negara akan menerapkan sistem politik pangan dan ekonomi Islam sehingga menjamin ketersediaan pangan bermutu dan terjangkau oleh rakyat. Negara akan mengelola produksi, pasokan, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung agar berbagai praktek kezaliman tidak terjadi pada rakyat. 

Negara akan mengawasi langsung proses transaksi pasar sehingga proses distribusi dan harga yang layak dapat terbentuk secara alami. Harga pasar bukan dipatok atau ditetapkan oleh Negara, bahkan hal tersebut diharamkan oleh syariat (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). Negara akan mencegah dan melarang berbagai praktek lain yang diharamkan oleh syariat seperti riba, kartel dan tengkulak, monopoli, serta penimbunan barang (HR Muslim). 

Pada aspek produksi, negara akan memfasilitasi petani dengan subsidi bibit dan saprotan, membangun infrastruktur pendukung pertanian, dan memudahkan distribusi pangan hingga ke wilayah terpencil. Dengan demikian, produksi pangan berkualitas dan melimpah, proses penyaluran lancar, pasokan selalu tersedia, dan harga tetap stabil. Petani sejahtera, rakyat pun dapat mengakses dengan mudah kebutuhan pangannya.    

Islam juga memiliki sistem sanksi tegas sebagai bentuk penegakan hukum syariat atas pelanggaran tata kelola pangan. Qadi muhtasib akan diangkat oleh negara sebagai pelaksana. Qadi ini pula yang bertugas sebagai pengawas intensif transaksi niaga.

PENUTUP

Perubahan fundamental menuju sistem Islam kaffah dalam bingkai negara adalah kebutuhan mendesak agar dapat menuntaskan berbagai masalah kompleks yang timbul akibat karut-marut tata kelola pangan. Oleh karena itu, bersegera bergerak bersama mewujudkannya adalah keharusan. Wallahu’alam.
Bagikan:
KOMENTAR