Zionis Yahudi Makin Biadab, Kebutuhan Akan Khilafah Makin Mendesak


author photo

16 Jul 2025 - 22.42 WIB


Oleh : Hikmah Abdul Rahim (Aktivis Dakwah Kampus) 
 
Di tengah krisis kemanusiaan yang kian buruk, serangan udara Israel di Jalur Gaza kembali menewaskan puluhan warga Palestina, termasuk mereka yang sedang mengantre bantuan makanan. Peristiwa keji yang terjadi sejak Ahad (30-6-2025) telah menewaskan sedikitnya 68 orang. Sebanyak 47 korban jiwa tercatat di Gaza City dan wilayah utara Gaza, termasuk lima orang yang tewas saat mendekati pusat distribusi bantuan makanan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di utara Rafah. Organisasi ini merupakan lembaga bantuan yang didukung Israel dan Amerika Serikat, tetapi telah menjadi sorotan karena lokasi distribusinya sering kali menjadi titik tembak militer Israel.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, per Selasa (1-6-2025) sedikitnya 56.647 warga Palestina meninggal dunia akibat genosida Zionis tewas di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Terbaru, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang juga berprofesi sebagai dokter, Marwan al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel, Rabu (2-7-2025). Dalam serangan itu, istri dan beberapa anaknya juga tewas. (Muslimah News).

Dunia kembali menyaksikan kebiadaban yang luar biasa dari penjajah Zionis Yahudi di tanah suci Palestina. Setiap hari, laporan tentang pembantaian, penindasan, dan penghancuran terus mengalir dari Gaza dan wilayah lain yang dijajah. Tak hanya bangunan dan infrastruktur yang dihancurkan, tetapi juga nyawa-nyawa tak berdosa yang melayang. Perempuan, anak-anak, bahkan para tenaga medis dan jurnalis pun tak luput dari kekejaman yang semakin melampaui batas perikemanusiaan.

Namun yang lebih menyakitkan bukan hanya kekejaman itu sendiri, melainkan sikap dunia yang diam seribu bahasa. Negara-negara besar yang kerap mengaku sebagai penjaga HAM justru menunjukkan standar ganda yang menjijikkan. Mereka hanya sibuk berbicara ketika kepentingan politik mereka terganggu, sementara penderitaan rakyat Palestina dianggap angin lalu. Ironisnya, sebagian besar penguasa di negeri-negeri Muslim pun menunjukkan wajah munafik. Alih-alih bersikap tegas kepada penjajah Zionis, mereka justru mempererat hubungan diplomatik, ekonomi, dan militer dengan entitas penjajah tersebut.

Kebisuan Penguasa, Bukti Buta Mata dan Hati

Mengapa para penguasa negeri Muslim bersikap seperti itu? Jawabannya bukan karena mereka tidak tahu apa yang terjadi, melainkan karena mereka tidak memahami akar persoalan dan lebih mencintai kekuasaan daripada iman. Ketakutan kehilangan kursi kekuasaan membuat mereka lebih patuh kepada tekanan Barat daripada kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka melupakan ukhuwah Islamiyah, dan menjadikan batas-batas negara warisan penjajah sebagai hal sakral yang tak bisa diganggu gugat. Padahal, Palestina adalah tanah kaum Muslimin. Penjajahan atasnya adalah penjajahan atas umat Islam seluruhnya.

Inilah bukti bahwa sistem dunia hari ini—terutama sistem di negeri-negeri Muslim—telah rusak parah. Tanpa adanya ikatan ideologis yang mempersatukan umat dalam satu tubuh, maka derita satu bagian dari tubuh umat tak akan dirasakan oleh yang lain. Maka, perjuangan membebaskan Palestina tidak cukup hanya dengan mengutuk dan menggelar aksi solidaritas. Perlu ada perubahan mendasar terhadap cara pandang, arah perjuangan, dan tujuan akhir dari pembebasan tersebut.

Saatnya Kembali kepada Solusi Islam: Jihad dan Khilafah

Menyadari kebuntuan solusi yang ditawarkan oleh sistem dunia saat ini, sudah saatnya umat Islam memikirkan solusi yang hakiki—yaitu Islam itu sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa Palestina pernah dibebaskan oleh umat Islam melalui jihad fi sabilillah, bukan melalui diplomasi, konferensi internasional, atau resolusi PBB. Dari Shalahuddin al-Ayyubi hingga Khalifah Umar bin Khattab, semuanya menunjukkan bahwa hanya kekuatan umat yang terorganisir di bawah kepemimpinan Islam yang mampu mengakhiri penjajahan di Palestina.

Kepemimpinan itulah yang dikenal dengan nama Khilafah—sebuah sistem pemerintahan Islam yang menyatukan umat di bawah satu komando, satu pemimpin, satu panji. Khilafah bukan sekadar romantisme sejarah, melainkan kebutuhan mendesak yang harus segera diwujudkan untuk melindungi kehormatan umat, menjaga darah kaum Muslimin, dan membebaskan tanah-tanah yang dijajah.

Peran Pengemban Dakwah Menjadi Kunci Perubahan

Tugas mulia ini tentu tidak akan berjalan dengan sendirinya. Dibutuhkan para pengemban dakwah yang istiqamah, sadar, dan tangguh untuk memimpin umat menuju jalan yang benar. Mereka harus terus menyuarakan kebenaran, menggugah kesadaran, dan membongkar akar persoalan dengan jelas dan tajam. Kesadaran umat tidak akan lahir dari sekadar emosi sesaat, tetapi dari pemahaman yang mendalam akan ajaran Islam dan realitas yang sedang terjadi.

Para pengemban dakwah harus menjadikan dakwah sebagai misi utama hidupnya, bukan sekadar aktivitas sambilan. Mereka harus meningkatkan kemampuan intelektual, spiritual, dan emosionalnya agar mampu membimbing umat dalam proses transformasi menuju tegaknya sistem Islam. Mereka juga harus menjaga hubungan yang kuat dengan Allah Swt., agar perjuangan ini selalu mendapatkan bimbingan dan pertolongan-Nya.

Membangun Opini Umum, Menuju Kesadaran Umum

Salah satu langkah penting dalam perjuangan ini adalah membangun opini umum di tengah umat. Umat harus paham bahwa pembebasan Palestina bukan tugas segelintir orang, tetapi tugas bersama seluruh kaum Muslimin. Umat juga harus paham bahwa solusi satu-satunya adalah dengan kembali pada hukum Allah secara kaffah, bukan melalui demokrasi, nasionalisme, atau solusi sekuler lainnya.

Ketika opini umum ini telah terbentuk, maka akan lahir kesadaran umum yang kuat. Kesadaran inilah yang akan mendorong umat untuk menuntut perubahan yang sesungguhnya, yaitu tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang akan menyatukan negeri-negeri Muslim, menggerakkan pasukan jihad, dan membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis Yahudi.

Khatimah: 
Menyambut Kemenangan yang Dijanjikan

Maka, tak ada waktu untuk berdiam diri. Kebiadaban Zionis Yahudi semakin menjadi-jadi, dan dunia terbukti tidak mampu—bahkan tidak mau—menyelesaikan krisis kemanusiaan ini. Umat Islam harus segera kembali kepada jati dirinya sebagai umat terbaik yang diturunkan untuk manusia. Jalan itu hanya bisa ditempuh melalui dakwah yang istiqamah, jihad yang terorganisir, dan sistem Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian.

Kemenangan Islam bukanlah utopia. Ia adalah janji Allah yang pasti akan datang. Tinggal kita memilih: menjadi bagian dari pasukan kemenangan itu, atau menjadi penonton yang tertinggal dalam sejarah.

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللَّهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللَّهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللَّهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللَّهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

"Akan ada masa kenabian di tengah kalian selama Allah menghendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya apabila Dia menghendaki. Kemudian akan ada masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian, lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendaki. Kemudian akan ada kerajaan yang menggigit, lalu kerajaan otoriter (tirani), lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendaki. Kemudian akan kembali ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian."(HR. Ahmad, no. 27369). 
(WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.)
Bagikan:
KOMENTAR