Merdeka Dalam Kata, Terbelenggu Dalam Fakta.


author photo

10 Agu 2025 - 22.32 WIB



Oleh: Jae Raa 

Kemerdekaan kini hanya bayang-bayang kata,
fisik bebas, tapi jiwa tercekik oleh derita.
Kemiskinan dan ketidakadilan masih bergentayangan, kita berkeringat, mereka yang menuai hasilnya.

Firman Soebagyo, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, menyuarakan penolakannya terhadap aksi pengibarkan bendera One Piece bergambar bajak laut yang dilakukan sejumlah pengemudi truk dan masyarakat menjelang Hari Kemerdekaan RI ke-80. Menurutnya, tinda
kan tersebut berpotensi menjadi simbol pembangkangan terhadap negara dan dinilai tidak pantas dilakukan di tengah semangat memperingati kemerdekaan bangsa. Reaksi keras Firman ini mendapat perhatian publik, terutama karena fenomena pengibaran bendera One Piece tersebut ramai dibahas di media sosial. (Kompas.com, 1/8/25).

Dirujuk dari media (Metrotvnews.com, 1/8/25). Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta masyarakat tidak terprovokasi dengan maraknya pengibaran bendera tersebut, karena menurutnya, hal itu berpotensi menjadi upaya memecah belah bangsa berdasarkan masukan dari lembaga intelijen. Dasco mendeteksi adanya upaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa melalui simbol-simbol tersebut dan mengimbau masyarakat untuk menjaga solidaritas nasional.

Menjelang usia kemerdekaan ke-80, masyarakat melakukan protes dalam bentuk ekspresi ketakadilan, masyarakat mengibarkan bendera One Piece, yang mereka anggap relevan dengan situasi saat ini. Simbol bajak laut dalam bendera tersebut dianggap mewakili semangat perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan, sebagaimana digambarkan dalam kisah anime One Piece. Dengan demikian, pemasangan bendera One Piece menjadi simbol harapan akan perubahan dan keadilan sosial.

Rakyat menilai pemerintah gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka, baik kebutuhan individu seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal, maupun kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Situasi ini semakin diperparah dengan pengelolaan kekayaan alam yang lebih menguntungkan para oligarki daripada rakyat, sehingga memperbesar kesenjangan dan ketidakadilan sosial. Hal ini menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Contoh kasusnya, segelintir oligarki menguasai sebagian besar ekonomi dan mendapatkan perlakuan istimewa dari elite politik. Misal, di sektor pertambangan, peraturan seperti UU Minerba 2020 dan UU Cipta Kerja 2022 membuka peluang besar bagi oligarki untuk mendapatkan kemudahan investasi. Akibatnya, kekayaan alam yang seharusnya milik rakyat justru dieksploitasi oleh oligarki, sementara masyarakat sekitar hanya merasakan dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, kehilangan mata pencaharian, kerusakan ekosistem, dan konflik agraria. 

Tentu hal ini memperlebar kesenjangan dan ketidakadilan sosial. Belum lagi kasus yang sedang hangat-hangatnya saat ini, yaitu pemblokiran 122 juta rekening dormant oleh PPATK yang menimbulkan kesulitan bagi banyak orang. Meskipun pemblokiran tersebut telah dibuka kembali, insiden ini tetap menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah dapat berdampak buruk bagi masyarakat dan menimbulkan ketidakadilan. Tindakan seperti ini memperlihatkan bahwa penguasa kadang lebih mengutamakan kepentingannya sendiri daripada kesejahteraan rakyat.

Masyarakat merasakan berbagai ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, upaya mencari keadilan dengan mengadopsi simbol dari anime One Piece juga memiliki interpretasi yang berbeda. Simbol tengkorak dengan dua tulang bersilangan dan topi jerami dalam anime tersebut melambangkan perlawanan terhadap ketidakadilan dan semangat kebebasan yang absolut. Oleh karena itu, penggunaan simbol ini dalam konteks protes masyarakat memiliki makna yang kompleks dan beragam.

Kesadaran masyarakat akan ketidakadilan membuka peluang bagi perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Namun, penting bagi masyarakat tidak hanya merasakan ketidakadilan, tetapi juga memahami akar masalahnya dan mencari solusi yang tepat. Jika dicermati, ketidakadilan seringkali berakar dari penerapan ideologi sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Ideologi ini seringkali menghasilkan ketidakadilan karena mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual, serta menempatkan manusia sebagai pusat segalanya tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. 

Demokrasi, yang digadang-gadang sebagai sistem politik terbaik oleh ideologi kapitalisme, ternyata tidak sesuai dengan janjinya. Meskipun demokrasi mengklaim kedaulatan rakyat, realitasnya justru elite politik dan pemilik modal yang berkuasa. Mereka yang dipilih oleh rakyat sering kali membuat kebijakan yang merugikan masyarakat luas demi kepentingan pribadi atau kelompok. Ini menunjukkan bahwa demokrasi memiliki cacat bawaan yang menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan, di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Sistem kapitalisme yang mendasari demokrasi memungkinkan individu atau kelompok dengan modal besar menguasai sumber daya alam dan ekonomi, sehingga memperlebar kesenjangan sosial. Kemakmuran dan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir elite, sementara rakyat kebanyakan hidup dalam kemiskinan. Data dari World Inequality Report 2022 menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia tetap tinggi, dengan 50% penduduk hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan nasional.

Oleh karena itu, mencari perbaikan dalam sistem yang sama hanya akan menghasilkan hasil yang sama. Saatnya bagi rakyat untuk mencari ideologi alternatif yang lebih adil dan dapat membebaskan mereka dari keterpurukan akibat kapitalisme. Menggantungkan harapan pada ideologi yang telah terbukti gagal hanya akan menghasilkan kekecewaan lebih lanjut. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam menawarkan pendekatan yang holistik dalam mengatur kehidupan umat manusia.

Islam bukan hanya ajaran spiritual, tetapi juga sistem hidup yang menekankan keadilan dan menolak penindasan. Dalam sistem politik Islam, konsep kedaulatan sangat penting, yaitu kedaulatan syariat Islam berada di tangan Allah SWT, yang artinya Dia-lah satu-satunya pemilik otoritas untuk membuat hukum dan syariat. Ini mencakup semua aspek kehidupan, dari ibadah hingga muamalah dan sanksi.

Dengan kedaulatan di tangan syariat Islam, masyarakat dapat hidup dalam keadilan dan keseimbangan. Syariat Islam menjadi rujukan utama dalam membuat keputusan dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Tentu ini sangat jauh berbeda dengan sistem lainnya yang sering kali memberikan kekuasaan kepada manusia untuk membuat hukum dan keputusan yang dapat mengarah pada ketidakadilan dan penindasan.

Dalam sistem Islam, keadilan dan keseimbangan menjadi prioritas utama. Dengan konsep kedaulatan yang berdasarkan syariat Islam, manusia terbebas dari belenggu penghambaan kepada sesama manusia. Di hadapan hukum, semua orang memiliki status yang sama, tanpa ada yang lebih berkuasa untuk membuat hukum yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Karena hukum Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil, tidak ada kekhawatiran akan adanya hukum yang diskriminatif atau zalim terhadap satu pihak.

Islam juga menawarkan sistem yang komprehensif untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam negara dan masyarakat. Dengan aturan yang paripurna, Islam mampu menangani masalah pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik, baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Dengan demikian, Islam memberikan solusi yang holistik dan berkelanjutan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi semua.

Khalifah sebagai penguasa memiliki peran penting dalam menerapkan syariat Islam secara praktis. Namun, rakyat juga memiliki tanggung jawab untuk mengoreksi kebijakan penguasa jika menyimpang dari ajaran Islam atau menzalimi rakyat. Mengoreksi penguasa bukan dianggap sebagai tindakan pemberontakan, melainkan sebagai bentuk kontrol yang penting untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Kontrol dan koreksi terhadap penguasa adalah wujud kasih sayang rakyat kepada pemimpinnya. Para pemimpin Islam sendiri mendorong rakyat untuk mengawasi dan mengoreksi kebijakan mereka jika diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem Islam, ada mekanisme checks and balances yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa kebijakan penguasa selaras dengan ajaran Islam dan kepentingan rakyat. Dengan demikian, sistem Islam mendorong terciptanya pemerintahan yang adil dan bijaksana.
Bagikan:
KOMENTAR