Oleh: Fina Siliyya, S.TPn.
Generasi Z (Gen-Z) kini tampil sebagai suara paling lantang di ruang publik. Mereka menyuarakan aspirasi lewat demonstrasi kreatif, meme, hingga kampanye digital. Psikolog Anastasia Satriyo menilai Gen-Z lebih memilih cara ekspresif ketimbang destruktif, sementara Prof. Rose Mini Agoes Salim mengingatkan bahwa sebagian remaja masih rentan terprovokasi. Sayangnya, fenomena ini kerap dipandang sebatas ekspresi psikologis khas anak muda, sehingga mengaburkan kesadaran politik mereka yang sesungguhnya.
Padahal, fitrah manusia sejak awal adalah menolak kezaliman dan mencari solusi yang hakiki. Islam mengajarkan bahwa potensi ini harus diarahkan dengan aturan Ilahi, bukan sekadar analisis psikologi. Dalam QS. An-Nahl: 125, umat diperintahkan menyeru dengan hikmah, dan Rasulullah saw. menegaskan pentingnya muhasabah lil hukkam, bahkan hingga berkorban nyawa demi menegakkan kebenaran. Sejarah juga mencatat peran sentral pemuda sebagai garda terdepan perubahan.
Gen-Z hari ini bukan sekadar energi, melainkan garda kebangkitan umat. Kreativitas, keberanian, dan akses luas pada informasi menjadikan mereka barisan terdepan perubahan hakiki—bukan sekadar tren sesaat di media sosial. Tantangannya adalah mengarahkan potensi tersebut agar tidak terjebak kapitalisme yang membatasi aspirasi, tetapi menuju perjuangan substansial menegakkan keadilan sesuai tuntunan Sang Pencipta.