IKN Minta Tambah Anggaran, Bukti Empati Sudah Mati


author photo

15 Sep 2025 - 13.19 WIB



Oleh: Mira Ummu Tegar (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Sejak dicetuskan hingga proses pembangunannya, IKN tak pernah lepas dari kontroversi. Saat ini kembali menjadi sorotan di tengah gelombang protes rakyat terhadap negeri ini. Bagaimana tidak, baru saja kita menyaksikan demo masyarakat terhadap anggota DPR yang gaji dan tunjangannya naik signifikan sementara kehidupan masyarakat semakin mencekik dengan kenaikan pajak yang gila-gilaan. Namun mirisnya justru Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) meminta suntikan anggaran negara hingga 21,18 triliun.

Sebagaimana dilansir Tribunnews.com, 4 September 2025. Sekretaris Jenderal OIKN Bimo Adi Nursanthyasto menyebut kebutuhan anggaran pembangunan IKN tahun 2026 mencapai 21,18 triliun. Dari jumlah itu, pagu indikatif yang sudah dialokasikan pemerintah pada 2026 hanya sebesar Rp 6,2 triliun.

Kekurangan anggaran tersebut telah disampaikan melalui surat resmi Kepala OIKN kepada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas pada 14 Agustus 2025. Surat itu berisi usulan tambahan anggaran OIKN 2027 sebesar Rp 14,92; triliun.

Persoalan terbesar IKN sejak awal pembangunan adalah tidak adanya investor asing yang masuk ke IKN sementara pembangunan IKN membutuhkan biaya yang besar, yakni Rp 446 triliun. Meski berbagai peraturan perundangan-undangan sudah dibongkar pasang dan sangat memanjakan investor agar terpikat berinvestasi di IKN namun hasil tetap nihil.

Sebelumnya pemerintah berulang kali menyebut ada banyak investor asing yang akan masuk ke IKN namun kenyataannya tidak. Hingga Januari 2025, pembangunan IKN telah menghabiskan anggaran sekitar Rp147,41 triliun, dengan mayoritas berasal dari APBN.

Meski sudah menghabiskan anggaran besar, upaya pemerintah saat ini hanya untuk mendongkrak citra positif bahwa IKN tetap jalan. Sejatinya ini tidak menyelesaikan problem pembangunan IKN, justru berbagai dampak bermunculan, mulai dari maraknya prostitusi, derasnya peredaran narkoba, persoalan tanah yang carut marut hingga kerusakan lingkungan imbas pembangunan IKN. Tidak berlebihan rasanya jika dikatakan 
mega proyek IKN merupakan proyek ambisius bahkan terkesan arogan karena sensitivitasnya sudah hilang.

Hal demikian adalah niscaya di kehidupan sekuler kapitalisme. Di mana agama dipisahkan dari aturan kehidupan, dan keuntungan materi menjadi tujuan utama dari sistem ini. Sehingga berbagai turunan persoalan yang ditimbulkan dari pembangunan IKN adalah hal yang wajar.

Apalagi peran negara di sistem sekuler kapitalisme hanya sebatas regulator, minim pengurusan, pelayanan apalagi perlindungan. Justru tak jarang negara hadir sebagai fasilitator para pemilik modal/oligarki dalam memuluskan bisnis mereka dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya.

Maka tak heran kemudian di tengah komplain masyarakat terkait gaji tunjangan penguasa dan pemangkasan anggaran, OIKN justru minta tambahan anggaran, sungguh empat mati tak peduli rakyat kecil. Miris, namun begitulah tabiat sistem ini dalam mengatur kehidupan manusia dalam pemerintahan, tidak cukupkah ini menjadi peringatan bagi kita sebagai seorang muslim bahwa hanya kembali kepada aturan ilahi (Islam) sajalah segala persoalan kehidupan ini termasuk persoalan IKN akan tertuntaskan.

Islam sebagai sebuah ideologi tentu memiliki pandangan yang tepat dalam pembangunan ibukota. Islam menjadikan kepengurusan rakyat adalah prioritas utama sehingga ketika pembangunan atau perpindahan ibukota tentu dilatar belakangi oleh kepentingan rakyat dan negara.

Dalam Islam, anggaran pembangunan ibukota harus dikelola dengan prinsip-prinsip syariat. Mengutamakan kemaslahatan rakyat dengan memperhatikan dan menyediakan sarana dan prasarana kebutuhan rakyatnya. Pendanaan pembangunan ibukota tidak boleh diambil dari uang rakyat secara langsung (semisal pajak) dan bukan dari pinjaman riba namun dari sember-sumber pendapatan negara yang halal, seperti zakat, SDA, jizyah, fa'i, kharaj, ghanimah dan lainnya.

Pembangunannya tidak boleh merusak alam dan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Tujuan utama pemindahan ibukota adalah menyejahterakan rakyat dan menegakkan keadilan bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok sebagaimana yang terjadi di sistem sekuler kapitalisme.

Sejarah peradaban Islam mencatat sedikitnya empat kali perpindahan ibukota negara Khilafah. Perpindahan pertama dari Madinah ke Damaskus pada awal Bani Umayyah. Perpindahan kedua dari Damaskus ke Baghdad, perpindahan ketiga dari Baghdad ke Kairo dan terakhir dari Kairo ke Istanbul Turki. 

Meski mengalami beberapa kali perpindahan ibukota tidak serta merta membuat negara Khilafah bangkrut ataupun berhutang apalagi mengemis investasi. Pasalnya Islam memiliki berbagai macam pos-pos pemasukan serta mengatur hak kepemilikan menjadi tiga kategori yakni kepemilikan individu, umum dan negara. Harta yang terkategori milik umum atau negara tidak boleh dimiliki ataupun dikuasai individu atau kelompok/ korporat, demikian sebaliknya. Hadits Rasulullah Saw, menyatakan: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput air dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Potensi sumber daya alam yang melimpah khususnya di negeri-negeri kaum muslim adalah milik umat/ rakyat dan sejatinya merupakan mata air kehidupan. Dalam Islam negaralah yang wajib mengelola dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat/rakyat, termasuk dalam hal pembiayaan pembangunan ibukota.

Dengannya suatu bangsa harusnya mampu mengupayakan apa saja yang ada di dalam negeri tanpa harus berhutang ataupun menggantungkan diri pada pihak lain karena hal ini akan menuntun pada intervensi pihak lain yang kelak akan berpotensi menjadi bumerang yang akan mengikis kedaulatan negara. Namun atas nama kebebasan/ liberalisasi, sekuler kapitalisme menjadikan potensi SDA yang melimpah justru hanya beredar di segelintir orang yakni kapitalis oligarki. Kesalahan pengelolaan ini membuat negara pun harus gigit jari, defisit anggaran selalu langganan terjadi.

Masihkah berharap pada sistem sekuler kapitalisme yang sudah nyata tak mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan bahkan menghilangkan keberkahan hidup? Muslim yang cerdas pastinya akan memperjuangkan sistem atau aturan Ilahi yang akan melahirkan kesejahteraan, ketentraman, dan keadilan yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana bunyi surah Al-Anbiya ayat 107: "Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta". Wallahu a'lam bishowab.
Bagikan:
KOMENTAR