Jangan Biarkan Gaza Sendirian: Butuh Solusi Persatuan Umat Global


author photo

12 Sep 2025 - 17.23 WIB




Oleh: Ernadaa R

Gaza menjadi saksi bisu kebiadaban penjajah Zionis Israel. Pada 25 Agustus 2025, serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Nasser, menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk empat jurnalis yang sedang meliput. Di antaranya, Hussam Al-Masri, juru kamera sekaligus kontraktor Reuters, gugur saat meliput siaran langsung, sementara Hatem Khaled, fotografer Reuters, mengalami luka berat akibat serangan kedua. Tragisnya, serangan lanjutan terjadi ketika warga sipil dan tim penyelamat mendatangi lokasi serangan pertama. Peristiwa ini tidak hanya menambah deret panjang korban jiwa, tetapi juga memperlihatkan bagaimana Israel secara terang-terangan menghalangi media independen melaporkan fakta.

Hingga September 2025, lebih dari 64.600 jiwa telah terbunuh, termasuk 20.000 anak-anak, sementara korban luka mencapai 163.300 orang. Tak cukup dengan pembantaian, Gaza juga menghadapi krisis kelaparan terparah abad ini. Sekitar 399 orang, termasuk 140 anak-anak, tewas akibat kelaparan, dan angka malnutrisi akut pada anak-anak terus meningkat: dari 8,3% pada Juli 2025 menjadi 13,5% di Agustus, bahkan mencapai 19% di Gaza City. Laporan internasional menegaskan bahwa Gaza Governorate kini berada dalam fase kelaparan (IPC 5), dan situasi ini diprediksi menyebar ke Deir al-Balah serta Khan Yunis sebelum akhir September.

Kondisi ini sejatinya adalah potret nyata kegagalan dunia internasional. PBB, lembaga kemanusiaan, dan negara-negara adidaya sibuk mengutuk, namun tak ada langkah konkret yang menyelamatkan Gaza. Ironis, di abad modern dengan kemajuan teknologi dan diplomasi, umat manusia justru gagal memberi hak dasar berupa hak hidup bagi warga warga Palestina.




Fakta Lapangan dan Kebungkaman Dunia


Kenyataan bahwa serangan Israel kini menargetkan rumah sakit dan jurnalis menegaskan dua hal. Pertama, Israel hendak menghancurkan sendi-sendi kehidupan sipil, termasuk layanan kesehatan dan media. Kedua, ini merupakan bentuk perang terbuka terhadap kebenaran, agar dunia tidak mengetahui genosida yang sedang terjadi.

Namun, reaksi dunia kembali terbatas pada kutukan diplomatik. Dewan Keamanan PBB memang mengecam, tetapi tak ada sanksi berarti. Amerika Serikat bahkan tetap berdiri kokoh di belakang Israel, memberikan dukungan militer dan politik tanpa henti. Inilah bukti nyata firman Allah:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah: 51)



Umat Islam yang berharap pada kekuatan Barat akan terus dikecewakan. Sebab, sistem internasional yang ada hari ini dibangun di atas kepentingan politik global, bukan atas dasar kemanusiaan apalagi iman.



Solusi Hakiki: Persatuan Umat dan Jihad

Dari sisi syar’i, Palestina adalah tanah umat Islam yang diberkahi Allah:

"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya...” (QS. Al-Isra’: 1)



Karena itu, membebaskan Palestina bukan hanya isu kemanusiaan, tetapi kewajiban akidah. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan satu tubuh; apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.”
 (HR. Muslim)



Maka penderitaan Gaza adalah penderitaan umat Islam seluruh dunia. Solusi yang ditawarkan oleh dunia sekuler berupa negosiasi, konferensi damai, bantuan kemanusiaan terbatas hanya mengulur waktu dan tidak pernah menyelesaikan masalah. Sejarah membuktikan bahwa penjajah tidak akan pernah rela melepaskan Palestina dengan sukarela.

Karena itu, jihad fi sabilillah menjadi jalan yang syar’i untuk membebaskan Palestina. Jihad bukanlah sekadar perlawanan kelompok kecil dengan batu dan roket, melainkan perlawanan terorganisir dari kekuatan militer umat Islam yang bersatu. Allah berfirman:

"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan (sehingga) agama itu hanya bagi Allah semata.” (QS. Al-Baqarah: 193)




Peran Umat: Membentuk Opini dan Menyuarakan Kebenaran

Meski umat Muslim di berbagai belahan dunia belum bisa terjun langsung ke medan jihad, ada peran besar yang tidak kalah penting: membentuk opini publik dan menyuarakan kebenaran. Inilah bagian dari amar makruf nahi mungkar. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)



Menyebarkan informasi yang benar tentang kejahatan Israel, membantah narasi media Barat yang bias, serta menggalang solidaritas umat adalah bentuk nyata amar makruf nahi mungkar. Media sosial, forum publik, masjid, dan ruang akademik harus dijadikan sarana untuk menghidupkan empati umat.

Sayangnya, hingga kini kesadaran umat belum menjadi opini umum. Banyak kaum Muslimin masih memandang Palestina hanya sebagai konflik regional, bukan sebagai kewajiban akidah. Padahal, andai umat Islam bersatu, jumlah mereka mencapai dua miliar jiwa adalah suatu kekuatan yang akan mampu melumpuhkan Israel sekalipun dibelakangnya berdiri Amerika.

Wallahu a’lam bishshawab.
Bagikan:
KOMENTAR