Tragedi Randika, Potret Abainya Negara


author photo

8 Nov 2025 - 21.50 WIB



Oleh: Asih Lestiani

Kisah tragis seorang pemuda bernama Randika Alzatria Syaputra (28) yang ditemukan meninggal dunia di Cilacap dengan kondisi mengenaskan. Randika diduga meninggal dunia karena kelaparan. Ia merupakan seorang anak muda yang hidup terlantar, pernah viral karena ingin dipenjara dengan alasan agar bisa makan. Bukan kriminal, bukan pembuat onar. Hanya seseorang yang bertahan hidup, menunggu uluran tangan yang tidak pernah benar-benar datang. (TribunJakarta.com, 31/10/2025)

Kisah hidup Randika merupakan salah satu gambaran atau potret kasar dari banyaknya rakyat miskin yang ada di sudut-sudut negeri. Masih banyak kasus lainnya yakni masih banyak ditemukan rakyat yang hidup tanpa jaminan makan, tanpa tempat aman, tanpa perlindungan. Dan seringkali hal-hal seperti ini dibiarkan begitu saja berjalan sendirian. Hal ini menunjukkan abainya pemerintah terhadap kondisi rakyatnya yang miskin dan terlantar. Padahal di dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (1) dinyatakan bahwa "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".

Hal ini nyatanya bertolak belakang dari itu semua. Namun, begitulah fakta ketika kehidupan diatur berdasarkan hukum buatan manusia. Aturan dibuat biasanya tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Dan kalau pun aturan dibuat, biasanya aturan itu bisa berubah seiring waktu sesuai kepentingan mereka. Ini semua juga menggambarkan kepada kita yakni hidup di dalam sistem kapitalisme sekuler ibarat kita hidup di hutan belantara. Negara ada, namun tak menjalankan fungsinya. Negara hanya berperan sebagai regulator atau pembuat kebijakan saja, dan tidak menjalankan fungsi negara dalam mengurusi urusan dan kesejahteraan rakyatnya.

Berbeda sekali dengan sistem Islam. Di dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengurus rakyat. Fungsi negara bukan sekadar regulator atau membuat regulasi saja, melainkan negara di dalam sistem Islam akan memastikan kebutuhan dasar setiap warga terpenuhi mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan semua itu akan dilayani dan dijamin pemenuhannya oleh negara. Pemimpin di dalam sistem Islam paham betul bahwa dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, dan menjadikan amanah kepemimpinan ini bukan sebagai sesuatu yang remeh temeh, di mana amanah kepemimpinan ini kelak akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.

Rasulullah ﷺ. bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Dalam sejarah pemerintahan Islam, dana yang digunakan untuk memenuhi kehidupan rakyat ini sudah dicontohkan sebelumnya dan sumbernya berasal dari pos-pos yang jelas, bukan bergantung kepada utang ataupun pajak. Sumber dana itu di antaranya berasal dari zakat untuk fakir miskin, ghanimah (harta rampasan perang), fa'i (harta yang diperoleh tanpa perang), jizyah (pajak dari non-Muslim), kharaj, dan harta milik umum seperti barang tambang yang pengelolaan SDA ini hasilnya akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan mekanisme ini, negara akan mampu menjalankan tugasnya sebagai raa'in atau pengurus urusan rakyatnya.

Dalam sistem Islam, kisah Randika ataupun semisalnya insyaaAllah tidak akan menjadi berita duka yang datang terlambat. Rakyat akan menjalani hidupnya dengan terhormat dan terjamin pemenuhan kebutuhan dasarnya, bukan ditinggalkan sampai-sampai menahan lapar. Wallahu a'lam bishawab.
Bagikan:
KOMENTAR