Islam Menjawab Solusi Tuntas Bullying


author photo

9 Des 2025 - 18.46 WIB



Oleh: Dhiyan Wahyuningsih

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan menyiapkan kampanye anti-bullying melalui kegiatan Jalan Pagi Bersama yang digelar pada 29 November 2025. Mengusung tema “Teman adalah Sahabat”, program ini mengajak siswa membangun hubungan pertemanan yang saling mendukung, saling menjaga, dan menjauhkan diri dari perilaku perundungan di sekolah.

Tema tersebut ingin menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar urusan akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan empati. Disdikbud mendorong sekolah untuk memperbanyak kegiatan di luar ruang kelas sebagai upaya menciptakan interaksi positif antar siswa. Pendekatan ini diyakini mampu mempererat persahabatan dan menekan potensi terjadinya konflik di antara mereka. (https://www.inibalikpapan.com/kampanye-anti-bullying-bakal-digelar-di-balikpapan-pemerintah-dorong-persahabatan-yang-sehat-di-sekolah/)

Bullying sendiri merupakan persoalan yang meresahkan di berbagai lapisan masyarakat, terutama kalangan pelajar. Tidak hanya berupa hinaan, tetapi juga dapat berujung pada hilangnya nyawa. Relasi sosial yang seharusnya harmonis tercoreng oleh perilaku yang merusak dan memberikan dampak buruk bagi korbannya. Fenomena ini tidak sekadar mencerminkan buruknya hubungan sosial pelajar, tetapi menjadi buah dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang rusak. Cara pandang sekuler melahirkan kebebasan berperilaku tanpa batas, sehingga ketika terjadi persoalan, penyelesaiannya pun dilakukan sesuai keinginan pribadi, tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Dari hinaan, pemukulan, hingga pembunuhan semua dilakukan demi memuaskan diri. Karena itu, bullying sejatinya adalah bentuk kejahatan.

Penanganan perundungan membutuhkan peran negara sebagai pelindung generasi. Faktanya, negara justru membiarkan berbagai tontonan kekerasan melalui film, game, dan media digital, sehingga memunculkan normalisasi kekerasan. Nilai-nilai sekuler-liberal juga mudah diakses oleh anak-anak tanpa pembatasan. Padahal, semestinya negara mampu menutup akses menuju berbagai bentuk kemaksiatan tersebut.

Memperbaiki perilaku generasi tidak cukup dengan kegiatan santai untuk mempererat persahabatan. Dibutuhkan upaya membebaskan mereka dari cara pandang sekuler kapitalis yang menjauhkan dari tujuan penciptaan: menjadi hamba Allah dan khalifah fil ardh. Hal ini menuntut kebangkitan pemikiran Islam (qiyadah fikriyah Islam). Tanggung jawab penyelamatan generasi adalah tanggung jawab bersama orang tua, guru, masyarakat, dan negara. Tanpa sinergi, kerusakan akan semakin tak terkendali, sebagaimana kasus bullying yang justru makin meningkat dari waktu ke waktu.

Bagaimana Sistem Islam Mengatasi Bullying?
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam (Khilafah) berasaskan akidah Islam sehingga memiliki aturan yang rinci dan sempurna. Keselamatan anak dari kezaliman maupun kemungkinan terlibat dalam bullying bukan hanya tugas keluarga dan lingkungan sosial, tetapi juga tanggung jawab besar negara. Negara hadir membentuk generasi tangguh yang berkepribadian Islam, sehingga menjauhkan diri dari perilaku maksiat, termasuk perundungan.

Islam memang mewajibkan ibu mengasuh anak hingga tamyiz, serta ayah menyediakan pendidikan bagi anak-anaknya. Namun, hal tersebut tidak cukup. Lingkungan masyarakat yang kondusif sangat menentukan arah perkembangan anak. Tidak kalah penting adalah peran negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga umat memperoleh jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil.

Karena itu, pencegahan dan solusi bullying hanya akan terwujud melalui tiga pilar utama:
1. Ketakwaan individu dan keluarga.
Ketakwaan membuat setiap individu terikat dengan aturan Islam secara total. Keluarga wajib menanamkan nilai Islam sebagai benteng yang mencegah mereka dari kemaksiatan.
2. Kontrol masyarakat.
Masyarakat harus memperkuat pendidikan keluarga melalui budaya amar makruf nahi mungkar. Lingkungan yang enggan memberi ruang bagi kemungkaran dan menolak sikap permisif akan membentuk masyarakat yang sehat, sehingga tindakan kriminal termasuk bullying dapat diminimalkan.
3. Peran negara.
Negara wajib menjamin kehidupan yang bersih dari potensi maksiat, termasuk bullying. Caranya dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, menyediakan sistem pendidikan Islam yang menghasilkan generasi berkepribadian kuat, serta memberikan pendidikan yang berkualitas dan gratis. Negara juga harus menjaga moral masyarakat dari berbagai hal yang merusak, seperti minuman keras, narkoba, dan tayangan yang merusak di media.

Dalam Islam, negara adalah institusi yang paling berwenang dan mampu mengatasi bullying secara komprehensif. Hal ini hanya dapat terwujud melalui penerapan syariat secara total dalam institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah.

Rasulullah saw. bersabda,
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad)

Beliau juga bersabda,
“Sesungguhnya imam itu laksana perisai; orang-orang berperang dan berlindung di belakangnya.” (HR Muslim)

Bagaimana Sanksi bagi Anak Pelaku Bullying?
Negara Islam berwenang memberikan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan. Namun, anak di bawah umur yang melakukan jarimah seperti mencuri, tawuran, atau bullying fisik tidak dijatuhi sanksi pidana Islam, karena belum termasuk mukalaf. Mukalaf harus memenuhi syarat: berakal, balig, dan melakukan perbuatan secara sadar tanpa paksaan.

Rasulullah saw. bersabda,
“Diangkat pena dari tiga golongan: orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga balig, dan orang gila hingga berakal.” (HR Abu Dawud)

Jika pelaku sudah balig, ia dapat dijatuhi sanksi sesuai tingkat jarimahnya, termasuk diat untuk tindak kekerasan fisik.
Apabila pelaku adalah anak yang belum balig, maka ia tidak dihukum, tetapi walinya dapat dikenai sanksi jika terbukti lalai. Jika tidak lalai, wali tidak dijatuhi hukuman, namun negara tetap memberikan edukasi baik kepada anak maupun walinya.

Ibrah pada Masa Rasulullah saw.
Terdapat kisah penting terkait potensi bullying pada masa Rasulullah saw. Suatu hari, Abu Dzar berselisih dengan Bilal. Dalam kondisi emosi, Abu Dzar melontarkan ucapan merendahkan warna kulit Bilal. Bilal tersinggung dan mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah. Beliau segera menegur Abu Dzar, “Sungguh, dalam dirimu masih terdapat sifat jahiliah!”

Teguran itu membuat Abu Dzar menangis dan memohon ampun. Ia bersujud di hadapan Bilal, memohon maaf dengan penuh penyesalan. Bilal pun memaafkan, dan keduanya akhirnya berpelukan sambil menangis. Kisah ini mengajarkan bahwa Islam sangat tegas menghapuskan segala bentuk penghinaan, diskriminasi, dan perilaku merendahkan antarsesama.

Khatimah
Kasus bullying terus terjadi, bahkan dengan pelaku yang masih anak-anak dan tindakan yang semakin brutal. Fakta ini seharusnya menjadi pelajaran bahwa sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya sistem tersebut ditinggalkan dan diganti dengan sistem yang terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yaitu sistem Islam.

Satu-satunya solusi tuntas bagi persoalan bullying adalah penerapan Islam secara kaffah. Dengan demikian, seluruh pihak keluarga, masyarakat, dan negara akan bergerak bersama menjalankan tanggung jawabnya, termasuk menjatuhkan sanksi bila diperlukan. Semua harus dilakukan dengan perubahan mendasar pada akar penyebab masalah. Jika tidak, kasus-kasus serupa akan terus muncul dengan berbagai motif.
Wallahualam.
Bagikan:
KOMENTAR