Kaleidoskop Bencana Indonesia 2025 : Ketika Alam Menjerit Dan Manusia Masih Abai


author photo

30 Des 2025 - 17.38 WIB


Oleh : Rahmayanti, S.Pd

Sepanjang tahun 2025, Indonesia kembali disuguhi serangkaian bencana yang silih berganti, banjir bandang di wilayah perkotaan dan pesisir, tanah longsor di daerah pegunungan, kebakaran hutan dan lahan yang berulang, gempa bumi, gunung meletus, hingga krisis kekeringan di sejumlah wilayah. Seperti sebuah kaleidoskop, potongan–potongan peristiwa ini terus berputar, membentuk pola yang sama, penderitaan rakyat kecil, menimbulkan kerugian besar dan respon yang sering terlambat.
Sepanjang 1 Januari hingga 17 Desembar 2025, tercatat ada 3.116 kejadian bencana yang berlangsung diberbagai wilayah di tanah air, berdasarkan rekapitulasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hampir seluruh bencana yang terjadi di tahun 2025 didominasi oleh bencana hidrometeorologi, seperti banjir, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan dan lahan, sementara sisanya adalah bencana geologi seperti gempa bumi, erupsi gunung api dan tsunami
Ironisnya, bencana seolah menjadi “agenda tahunan” yang dinormalisasi. Ketika sirene berhenti dan bantuan datang, persoalan mendasar kembali dilupakan. Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya alamnya, akan tetapi di saat yang sama juga menjadi salah satu wilayah paling rawan bencana di dunia. Gempa, longsor, letusan gunung api, hingga tsunami datang silih berganti. Ironisnya meskipun ancaman ini sudah menjadi langganan, mitigasi bencana di Indonesia masih lemah dan cenderung reaktif. Setiap bencana seolah selalu datang sebagai kejutan, padahal tanda-tandanya sering muncul jauh hari sebelumnya. Buruknya mitigasi bencana terlihat dari masih minimnya edukasi kebencanaan di masyarakat. Banyak warga yang tidak memahami peta rawan bencana, jalur evakuasi, maupun langkah penyelamatan diri yang paling sederhana. Akibatnya ketika terjadi bencana, kepanikan lebih kelihatan dari pada siaga pada situasi, hal ini juga diperparah dengan infrastruktur yang tidak ramah bencana seperti bangunan yang berada di daerah rawan longsor, pemukiman dibantaran sungai dan tata ruang yang mengabaikan keseimbangan lingkungan. Makanya bisa dilihat tatkala bencana datang melanda, terlihat panik dan kurang sigapnya penanganan yang dilakukan, terkesan lambat yang dirasakan masyarakat padahal mereka sangat membutuhkan uluran tangan tidak hanya dari masyarakat, terutama negaralah yang bisa banyak berbuat dengan kebijakan segera penanganan bencana.
Sebagai negara yang rawan akan banyak bencana, Indonesia seharusnya memiliki sistem pencegahan yang kuat dan berencana, namun kenyataan di lapangan jauh panggang dari api, upaya mitigasi sering diabaikan dan pemerintah ketika bencana datang jadi gelagapan, akibatnya banyak korban nyawa melayang dan kerugian material. Kejadian ini terus berulang dari tahun ketahun. 
Selain minimnya usaha pencegahan, respon pemerintah saat terjadinya bencana sering kali, terlihat lamban, dari proses evakuasi korban, distribusi bantuan, hingga pemulihan pasca terjadinya bencana, tidak jarang tersendat dengan persoalan birokrasi dan koordinasi yang buruk. Keadaan ini sangatlah memperparah penderitaan masyarakat yang terdampak yang sejatinya segera mendapatkan pertolongan, perlindungan serta bantuan maksimal dari negara.
Hal lainnya yang menjadi penyebab besarnya bencana, ini adalah kerusakan akibat adanya kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Dikarenakan adanya eksploitasi lahan yang berlebihan, alih fungsi hutan dan pembiaran pelanggaran lingkungan menjadi faktor pemicunya bencana. Semua ini karena paradigma kepemimpinan kapitalisme yang menempatkan keuntungan ekonomi di atas keselamatan manusia. Pemimpin sudah tidak berhasil menjalankan perannya sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Walhasil bukan sekedar fenomena alam melainkan , menjadi cermin kegagalan sistem dalam melindungi kehidupan masyarakat. 
Melihat kenyataan ini maka perlu adanya sistem yang mendasar memberikan perubahan besar kearah solutif. Islam menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan sistem pemerintahan yang menjadikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Sebagaimana hadis Rasulullah “ Sesungguhnya seorang pemimpin / imam itu laksana perisai, “ (HR. Bukhari dan Muslim). “Imam (penguasa) adalah mengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya,” (HR Muslim). Karena di dalam Islam pemimpin itu sebagai rain dan junnah yaitu pemimpin sebagai rain berfungsi sebagai penanggung jawab kesejahteraan dan pemeliharan rakyatnya, sementara junnah pemimpin menjadi pelindung rakyat dari kezaliman dan hal-hal berbahaya lainnya salah satunya seperti bencana ini.
Di dalam Islam negara tidak hanya sekedar hadir saat krisis, tetapi juga bertanggung jawab penuh menjaga keselamatan jiwa rakyat dari segala bentuk amcaman termasuk bencana alam. Negara juga proktif melakukan usaha pencegahan. Kepemimpinan di dalam Islam bersifat amanah bukan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam negara yang berdasarkan syariat Islam, pencegahan bencana menjadi bagian menyeluruh dari kebijakan negara. Pengelolaan sumber daya alam diatur berdasarkan syariat Islam bukan untuk kepentingan keuntungan. Negara menata ruang dengan prinsip keselamatan jiwa. Negara akan melarang eksploitasi alam berlebihan untuk menjaga keseimbangan, serta memastikan pembangunan tidak merusak fungsi ekologis. Islam secara tegas melarang perilaku yang menimbulkan kerusakan sebagaimana Firman Allah SWT. “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.(QS. Al –A’raf: 56). Berdasarkan ayat ini negara wajib membuat kebijakan pengamanan yang mencegah berpotensinya bahaya bagi rakyat dan lingkungan. Sistem ekonomi Islam menetapkan pengaturan kepemilikan yang tegas dan adil. Yang mana kekayaan alam tidak boleh dikuasai oleh segelintir elite. 
Negara memiliki tanggung jawab untuk mengelola, bukan pemilik. Negara mengatur dan memanfaatkan alam demi kemaslahatan rakyat, karena setiap kebijakan pengelolaan SDA haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan umum dan perlindungan kehidupan, bukan pada mencari keuntungan/materi semata. Apabila akhirnya terjadi bencana juga maka negara akan bergerak cepat melalui penanganan menyeluruh, cepat dan professional. Seluruh sumber daya dikerahkan mulai tehnologi, tenaga ahli, hingga pendanaan yang diambil dari Baitul Maal, tanpa bergantung pada hutang dan juga donasi bersyarat. Dengan tujuan utama menyelamatkan jiwa dan memulihkan kehidupan rakyat kembali. Inilah kehidupan yang diterapkan dengan Islam secara menyeluruh.
Bagikan:
KOMENTAR