Jakarta — Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengecam keras serangkaian tindakan yang dinilai telah meredam kebebasan pers di Indonesia, justru di saat negara menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terbesar dalam beberapa dekade terakhir akibat bencana banjir bandang dan longsor di wilayah Sumatra. Selasa (30 Desember 2025).
Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menegaskan bahwa negara kini tidak lagi sekadar abai terhadap hak publik atas informasi, tetapi telah melakukan intervensi langsung terhadap kerja jurnalistik dan arus pemberitaan.
“Kemerdekaan pers berada dalam kondisi darurat,” kata Erick dalam pernyataan tertulis.
KKJ mencatat sejumlah peristiwa yang dianggap sebagai bentuk pembatasan serius terhadap kebebasan pers, mulai dari intimidasi terhadap jurnalis Kompas, penghapusan total laporan bencana di detik.com, hingga pemutusan akses liputan serta sensor diri yang dialami CNN Indonesia TV di lokasi bencana.
Menurut KKJ, tindakan-tindakan tersebut bukan insiden terpisah, melainkan bagian dari pola sistematis yang berpotensi membahayakan hak publik atas informasi.
Peristiwa itu terjadi di tengah krisis kemanusiaan yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, di mana jutaan warga terdampak banjir bandang dan longsor yang menghancurkan permukiman, infrastruktur vital, serta sumber penghidupan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai skala bencana tersebut sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai bencana nasional, agar penanganan dapat dilakukan secara terkoordinasi dan maksimal.
KKJ mengingatkan bahwa pembatasan terhadap kerja pers tidak hanya melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Hak atas informasi publik dijamin oleh UUD 1945, sementara tindakan menghalang-halangi kerja jurnalistik dapat memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers.
Lebih jauh, KKJ menilai pembatasan informasi tersebut tidak semata bertujuan menjaga “narasi resmi”, melainkan diduga untuk menutup fakta-fakta di lapangan yang bertentangan dengan citra pemerintah.
“Jika ini benar, maka pers berisiko direduksi dari pilar demokrasi menjadi alat propaganda,” tegas Erick.
Di sisi lain, desakan dari massa sipil dan koalisi masyarakat di Sumatra agar pemerintah pusat segera menetapkan status bencana nasional terus menguat. Hingga kini, keputusan tersebut belum diambil, meski kebutuhan akan informasi yang cepat, akurat, dan tanpa sensor semakin mendesak di tengah situasi darurat yang mengancam keselamatan ribuan jiwa.
KKJ menutup pernyataannya dengan peringatan keras kepada negara agar tidak membungkam hak publik atas informasi di saat bangsa sedang diuji.
“Ketika fakta dibungkam, bukan hanya kebenaran yang terkubur, tetapi juga keselamatan rakyat yang dipertaruhkan,” ujar Erick. (**)