Oleh : Nanda Putry Febbryani
(Pemerhati Pendidikan dan Generasi)
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan menyiapkan kampanye anti-bullying melalui kegiatan Jalan Pagi Bersama yang digelar pada 29 November 2025. Mengangkat tema Teman adalah Sahabat, program ini mengajak siswa untuk membangun hubungan pertemanan yang saling mendukung, saling menjaga, dan menjauhkan perilaku perundungan di sekolah.Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Balikpapan, Irfan Taufik, menekankan bahwa tema tersebut bertujuan membangun kesadaran bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik. Tetapi juga perkembangan karakter dan empati.
“Teman itu tidak selalu berarti sahabat, tetapi melalui kegiatan ini kami ingin mengajak anak-anak memahami bahwa teman bisa menjadi sahabat. Tempat saling menjaga dan saling melindungi. Jika persahabatan itu kuat, maka bullying dapat kita hilangkan,” ujarnya.
Irfan menjelaskan bahwa sekolah-sekolah telah diarahkan memperbanyak kegiatan pembelajaran di luar kelas. Pendekatan ini diyakini efektif mendorong interaksi positif antar siswa. “Kami dorong lebih banyak aktivitas di luar kelas, belajar bersama, bermain dengan fasilitas yang sudah disiapkan. Ini bagian dari upaya merekatkan mereka satu sama lain,” tambahnya.
Selain kampanye anti-bullying, dinas setempat terus melakukan kajian terkait fasilitas pendidikan. Ini termasuk evaluasi kebutuhan ruang belajar dan kemungkinan penambahan sekolah baru di kawasan tertentu guna menyesuaikan pertumbuhan siswa.
Kami ingin lingkungan sekolah menjadi ruang yang aman, nyaman, dan penuh cinta. Karena pendidikan bukan hanya soal ilmu, tetapi ruang untuk tumbuh bersama menjadi manusia yang baik,” tutupnya.*** ( inibalikpapan.com )
Bullying adalah sebuah tindak kehajatan agresif yang disengaja, dilakukan berulang kali, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti orang lain secara fisik, verbal, atau sosial. Tindakan ini bisa terjadi secara langsung atau daring (siber) dan bertujuan untuk merendahkan, mengintimidasi, atau menyebabkan kerugian pada korban.
Maraknya kasus bullying pada generasi bukan sekedar buruknya hubungan sosial antara mereka. Meski sudah di lakukakn berbagai upaya untuk mengurangi kasus bullying , namun Tidak bisa di pungkiri, berulangnya kasus perundungan ini menyimpan tanya, mengapa sangat sulit untuk membendungnya? Terlebih terkait dengan generasi bangsa.
Benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat berpengaruh besar bagi maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak. Orang tua sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna, juga mudahnya anak mengakses informasi lewat internet, berperan atas terjadinya kasus perundungan.
Akan tetapi, sesungguhnya ini semua hanyalah dampak. Akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Asas sekularisme telah mencabut nilai-nilai moral dan agama. Asas ini akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan agama makin terpinggirkan.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan—tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama—justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus ini.
Jelaslah bahwa persoalan mendasar penyebab perundungan adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Telah nyata bahwa sistem sekuler kapitalisme merupakan sistem rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak, semua menjadi korbannya. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak seperti ini dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, yaitu sistem kehidupan yang datang dari Allah Taala, tidak lain adalah sistem Islam.
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk perundungan.
Benar bahwa Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan anak kepada ibu hingga anak tamyiz, juga kewajiban pendidikan anak kepada ayah ibunya. Akan tetapi, hal ini tidak cukup. Terwujudnya lingkungan kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak.
Lingkungan masyarakat yang baik akan menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Tidak kalah penting adalah adanya peran negara. Negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat. Umat pun mendapat jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut,
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.
Ketiga, peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya. Negara pun harus menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya secara berkualitas dan cuma-cuma.Negara tidak hanya menyediakan fasilitas belajar, tetapi juga memastikan proses pendidikan membentuk kepribadian Islam secara menyeluruh, baik dalam pikiran, sikap, dan perbuatan.
Sejarah Islam membuktikan hal itu. Pada masa Khilafah, pendidikan bukan sekadar ruang transfer ilmu, tetapi tempat pembentukan karakter. Para guru mendidik dengan teladan, masyarakat menjaga lingkungannya, dan negara memastikan kurikulum berpijak pada syariat. Tidak ada ruang bagi kekerasan, karena setiap nyawa dianggap mulia dan harus dijaga.
Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan yang merusak di televisi atau media sosial.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang secara sempurna dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan perundungan. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiah.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).
Negara Islam sebagai pelaksana utama diterapkannya syariat Islam, berwenang untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Lalu, bagaimana sanksi dari negara Islam kepada pelaku perundungan?
Anak di bawah umur yang melakukan perbuatan kriminal (jarimah), misalnya mencuri, melakukan pengeroyokan (tawuran), perundungan secara fisik, dan sebagainya, tidak dapat dijatuhi sanksi pidana Islam (‘uqubat syar’iyyah), baik hudud, jinayah, mukhalafat, maupun takzir. Ini karena anak di bawah umur belum tergolong mukalaf, sedangkan syarat mukalaf adalah akil (berakal), balig (dewasa), dan mukhtar (melakukan perbuatan atas dasar pilihan sadar, bukan karena dipaksa atau berbuat di luar kuasanya).
Dalil bahwa anak di bawah umur dan orang gila tidak dapat dihukum adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Telah diangkat pena dari tiga golongan, yaitu orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal (waras).” (HR Abu Dawud). Yang dimaksud “diangkat pena” (rufi’a al-qalamu) dalam hadis ini adalah diangkat taklif (beban hukum), yakni tiga golongan itu bukan mukalaf. (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 3/36).
Perlu diketahui, dalam pandangan syariat, anak di bawah umur adalah anak yang belum balig (dewasa). Adapun jika pada seseorang sudah terdapat satu atau lebih di antara tanda-tanda balig (‘alamat al-bulugh) sebagaimana ditetapkan syariat, berarti ia sudah dianggap mukalaf dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan perbuatan kriminal. Sanksi yang dijatuhkan bagi orang yang menyakiti organ tubuh atau tulang manusia adalah diat.
Rasulullah saw. bersabda, “Pada dua biji mata, dikenakan diat. Pada satu biji mata, diatnya 50 ekor unta. Pada dua daun telinga dikenakan diat penuh.” (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat).
Oleh karenanya, jika pelaku kriminal adalah orang gila atau anak di bawah umur (belum balig), ia tidak dapat dihukum. Jika perbuatan kriminal yang dilakukan anak di bawah umur itu terjadi karena kelalaian walinya, misalnya wali mengetahui dan melakukan pembiaran, wali itulah yang dijatuhi sanksi. Namun, jika bukan karena kelalaian wali, wali tidak dapat dihukum. Namun, negara akan melakukan edukasi terhadap wali dan anak yang melakukan pelanggaran tersebut. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 108).
Sudah seyogianya negara ini dan masyarakat untuk belajar, berulangnya kasus serupa membuktikan bahwa sistem yang saat ini diterapkan (kapitalisme sekularisme) telah gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya untuk mencampakkannya dan menggantinya dengan sistem yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yaitu sistem Islam.
Satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah perundungan ini adalah dengan menerapkan aturan Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Khilafah akan mengharuskan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap anak,keluarga, masyarakat, dan negara untuk bekerja bersama, termasuk dengan menjatuhkan sanksi bagi para pelaku.
Semua harus dilakukan dengan perubahan secara mendasar pada aspek-aspek yang menjadi pemicunya. Jika tidak, boleh jadi akan muncul terus kasus-kasus serupa dengan motif yang berbeda-beda.
Wallahualam.