oleh Rina Rachmi
Generasi muda Muslim merupakan modal utama bagi keberlangsungan umat dan arah masa depan bangsa. Di pundak merekalah perubahan peradaban dapat digerakkan. Allah Ta’ala menempatkan fase kepemudaan sebagai masa yang penuh energi dan daya juang, berada di antara masa kanak-kanak dan usia lanjut, sehingga memiliki potensi besar untuk melakukan transformasi sosial.
Namun realitas yang dihadapi pemuda hari ini justru kian mengkhawatirkan. Berbagai persoalan serius membelit kehidupan mereka, mulai dari meningkatnya angka bunuh diri pada usia remaja hingga dewasa muda, maraknya perundungan, tindak kekerasan, gangguan kesehatan mental, serta ketergantungan berlebihan pada teknologi digital.
Ancaman lain juga datang dari problem sosial yang semakin kompleks, seperti penyalahgunaan narkoba, judi daring, pinjaman online yang mencekik, hingga pergaulan bebas yang berisiko terhadap kesehatan, termasuk penyebaran HIV. Kondisi ini melahirkan stigma negatif terhadap generasi muda, yang sering dicap instan, individualistis, antisosial, dan kecanduan gawai.
*Sistem Kapitalisme Membentuk dan Melanggengkan Generation Gap*
Kondisi saat ini yang diciptakan sistem kapitalisme turut melahirkan dan memelihara jurang antargenerasi (generation gap) yang justru memperkeruh relasi antara kaum muda dan generasi sebelumnya. Dalam logika kapitalisme, konflik antargenerasi dimanfaatkan untuk melemahkan persatuan umat, sehingga perlawanan terhadap sistem yang menindas dapat dipatahkan sejak awal. Semakin renggang hubungan antar generasi, semakin mudah kapitalisme mempertahankan dominasinya.
Media sosial yang semula hanya sarana komunikasi, kini menjelma menjadi ruang pembentukan identitas, simbol eksistensi, dan gaya hidup generasi muda. Dunia virtual menjadi arena utama kehidupan mereka, yang sayangnya dibingkai oleh nilai-nilai kapitalistik. Di Indonesia, misalnya, masyarakat rata-rata menghabiskan sekitar enam jam per hari di depan layar ponsel, menandakan kuatnya pengaruh ruang digital dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah generation gap sendiri menggambarkan perbedaan mencolok dalam cara pandang, sikap, dan nilai antara generasi muda dan tua. Perbedaan ini kerap memicu konflik pemikiran, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, maupun dunia kerja, sehingga memperlemah ikatan emosional dan ideologis di antara keduanya.
Pengaruh sistem Barat yang bertumpu pada sekularisme dan materialisme semakin memperparah kondisi ini. Sekularisme telah memisahkan agama dari kehidupan publik dan institusi sosial, menggeser pandangan hidup umat dari orientasi spiritual menuju penekanan pada rasionalitas semata, kebebasan individu, dan pencapaian materi. Generasi Z dan Gen Alpha tumbuh dalam pusaran teknologi digital yang masif. Media sosial menjadi ruang hidup utama mereka, berbeda jauh dengan pengalaman generasi sebelumnya. Situasi ini dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk menyebarkan nilai dan ideologinya secara halus namun masif.
Fenomena generation gap akhirnya melahirkan individualisme ekstrem. Dominasi media digital menggerus semangat kebersamaan dan memutus mata rantai keteladanan antargenerasi yang seharusnya menjadi kekuatan umat.
Oleh karena itu, pemuda Muslim harus waspada terhadap solusi-solusi ala kapitalisme yang ditawarkan untuk mengatasi generation gap. Solusi tersebut sejatinya bukan untuk menyatukan umat, melainkan untuk melanggengkan ideologi kapitalisme sekaligus mengikis identitas keislaman generasi muda.
*Islam Ideologis Meniadakan Generation Gap*
Jurang antargenerasi atau generation gap sangat merugikan bagi generasi muslim, di antaranya:
1.Krisis jati diri, menyebabkan generasi muda Muslim kehilangan makna hidup sehingga rentan terhadap kerusakan akidah dan agama mereka. Ideologi sekuler menjadikan kebenaran bersifat relatif, padahal Islam memiliki standar tegas antara halal dan haram, haq dan batil.
2.Melebarnya jurang antargenerasi, yang berpotensi memutus kesinambungan perjuangan dalam penegakan Khilafah dan menghilangkan keteladanan antar generasi.
3.Konsumtivisme dan hedonisme, karena pemuda dijadikan target utama produk kapitalisme, yang meningkatkan perilaku konsumtif dan hedonistik
4.Pengaruh sekulerisme terhadap gerakan pemuda, Kapitalisme menjadikan generasi muda pragmatis dan anti terhadap ideologi Islam dan Khilafah.
Tak jarang generasi muda memandang dakwah dan penerapan syariat Islam sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman atau ekstrem. Akibatnya, mereka semakin jauh dari Islam sebagai solusi menyeluruh atas problem umat. Tanpa fondasi ideologis yang kuat, gerakan pemuda akan mudah goyah dan kehilangan arah. Media sosial memang menyediakan akses informasi yang cepat, namun sering kali hanya melahirkan diskursus politik pragmatis tanpa menyentuh akar ideologis Islam. Kondisi ini membuat gerakan pemuda belum mampu menghadirkan perubahan hakiki, apalagi menumbangkan hegemoni kapitalisme.
Dalam pandangan Islam, perbedaan generasi bukanlah jurang pemisah, melainkan mata rantai yang saling menyambung. Islam tidak mengenal konsep generation gap, melainkan pewarisan dakwah lintas generasi. Islam menekankan saling menasihati, memberi teladan, dan berbagi pengalaman berdasarkan syariat untuk mewujudkan amal saleh. Perbedaan usia justru menjadi hikmah, bukan alasan perpecahan.
Pemikiran Islam yang membangkitkan semangat dakwah akan mampu menyatukan generasi muda dan tua dalam satu barisan perjuangan. Generasi muda perlu memahami bahwa kecerdasan sejati adalah ketaatan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dakwah Islam ideologis harus disampaikan dengan pendekatan yang komunikatif dan mudah dipahami oleh pemuda, melalui dialog intensif antara pembina dan yang dibina. Para pembina perlu merangkul mereka yang telah sadar dakwah untuk bersama-sama menguatkan konstruksi Islam ideologis sebagai solusi dunia, sekaligus membongkar kerusakan ideologi kapitalisme. Sebagaimana Rasulullah ﷺ mempercayakan misi dakwah kepada para sahabat muda, pembina hari ini harus melibatkan generasi muda secara aktif dan strategis, termasuk dalam memenangkan opini di ruang digital dan media sosial. Realitas ini memang tak terelakkan. Namun untuk melahirkan generasi yang islami, umat dan generasi muda harus memahami cara bermedia sosial secara bijak, tetap berpegang teguh pada rambu-rambu syariat Islam sebagai pedoman hidup.