Pernyataan Kepala BNPB Dinilai Lukai Martabat Warga Aceh, HMI FKIP USK: “Ini Bukan Sekadar Tergelincir, Ini Penghinaan”


author photo

2 Des 2025 - 19.44 WIB


BANDA ACEH – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) FKIP Universitas Syiah Kuala mengecam keras pernyataan Kepala BNPB yang menyebut bencana di Sumatra dan Aceh “hanya mencekam di media sosial”. Organisasi mahasiswa tersebut menilai pernyataan itu mencerminkan kelalaian moral sekaligus kebutaan empati terhadap derita masyarakat di tengah situasi darurat.

Di saat warga berlomba menyelamatkan keluarga, bertahan di pengungsian dengan fasilitas minim, serta kehilangan rumah dan harta benda akibat banjir dan longsor, ucapan tersebut dianggap sebagai bentuk penyepelean atas duka publik.

“Pernyataan itu terasa seperti menertawakan duka rakyat,” tegas Ketua Umum HMI FKIP USK, Rivaldi, dalam keterangan pers. Ia menegaskan bahwa bencana di Aceh bukan narasi digital yang dilebih-lebihkan. “Rumah hanyut, jalan terputus, bukit longsor, jaringan lumpuh, ribuan warga kehilangan rumah, bahkan memakan korban jiwa. Ini bukan ‘mencekam di sosial media’, ini kenyataan pahit yang kami hadapi.”

Meski Kepala BNPB menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf setelah kritik publik menguat, HMI FKIP USK menilai respons tersebut tidak menyentuh inti persoalan. Permintaan maaf itu dinilai tidak lahir dari kesadaran, melainkan reaksi atas tekanan publik.

“Masyarakat Aceh punya petuah: ‘Keu peulôm awai disipak, dûdo digusok; hate ka luka’, artinya, ‘Untuk apa lagi? Sudah duluan disepak, baru mau disayang. Hati sudah terlanjur luka’,” ujar Rivaldi.

Menurutnya, ucapan Kepala BNPB bukan sekadar kekeliruan verbal, tetapi penghinaan yang merendahkan martabat masyarakat Aceh. “Bagaimana mungkin derita rakyat dianggap berlebihan? Kami bukan statistik yang bisa diperhalus sesuka hati. Kami manusia yang sedang berjuang,” katanya.

HMI FKIP USK menilai, di tengah bencana, ucapan pejabat seharusnya hadir sebagai penopang moril, bukan pemicu kemarahan baru. “Permintaan maaf setelah kegaduhan bukan bentuk empati. Itu tanda kepanikan,” lanjut Rivaldi.

Organisasi mahasiswa tersebut menegaskan akan terus mengawal sikap publik terhadap pejabat negara yang memandang remeh penderitaan rakyat. “Aceh bukan panggung komentar sembrono. Ini tanah yang sedang terluka. Merendahkan luka justru memperdalam amarah,” tegas Rivaldi.

HMI FKIP USK menyatakan berdiri bersama masyarakat Aceh untuk menjaga kehormatan publik dari narasi-narasi yang meremehkan tragedi kemanusiaan. “Tidak ada yang kecil bagi kami ketika menyangkut martabat rakyat.”(**)

Bagikan:
KOMENTAR