Penulis : Lia Julianti ( Aktivis Dakwah Tamansari Bogor)
Arus deras informasi digital hari ini menjadi tantangan besar bagi generasi muda. Kehadiran gawai dan media sosial bukan sekadar alat komunikasi, tetapi telah menjelma ruang hidup baru yang menyita waktu, perhatian, bahkan arah berpikir mereka. Tingkat screen time yang tinggi sekitar 6 jam per hari berpotensi melalaikan generasi muda dari peran nyata dalam kehidupan sosial, intelektual, dan spiritual. Ditambah lagi, dunia maya bekerja dengan algoritma yang menjebak, menggiring pengguna pada konten-konten tertentu yang terus berulang dan membentuk pola pikir tanpa disadari.
Di tengah situasi ini, muncul fenomena positif ketika sebagian generasi muda menunjukkan sikap kritis terhadap kezaliman penguasa dan ketidakadilan sistem. Ini merupakan indikasi baik dari hidupnya nurani dan akal. Namun, sikap kritis tersebut harus terarah. Tanpa landasan ideologis yang benar, kritik bisa berhenti sebagai luapan emosi, bahkan berujung pada aktivisme prematur yang mudah diarahkan, dimanfaatkan, atau dibeli oleh kepentingan tertentu.
Generasi muda sejatinya adalah pasar potensial bagi produk-produk digital. Industri media sosial, hiburan, dan teknologi menempatkan mereka sebagai target utama. Dampaknya, seluruh konten digital yang dikonsumsi generasi muda menjadi semacam “tabungan informasi” yang perlahan mengendalikan cara berpikir, sudut pandang, dan sikap hidup mereka. Apa yang sering dilihat, didengar, dan dibicarakan akan membentuk persepsi tentang benar-salah, baik-buruk, serta tujuan hidup.
Di sinilah bahaya ide-ide sekuler dan liberal yang begitu deras bertengger di media sosial. Ide-ide ini menawarkan kebebasan semu, relativisme moral, dan pemisahan agama dari kehidupan, yang jika terus dikonsumsi tanpa filter akan melemahkan keimanan dan keteguhan prinsip. Pada titik inilah generasi muda membutuhkan benteng yang kokoh.
Benteng pertama dan utama adalah cara pandang sahih, yakni cara pandang yang bersumber dari Sang Khalik, Allah SWT, bukan dari akal manusia semata atau kepentingan kapitalisme global. Kaum muda harus mengambil arah pandang hidup berdasarkan ideologi yang benar. Jangan hanya rindu perubahan, tetapi masih mengambil solusi parsial dan tambal sulam. Akibatnya, lahirlah aktivis-aktivis yang tampak lantang di awal, namun mudah lelah, mudah tergiur jabatan, dan akhirnya berkompromi dengan sistem yang zalim.
Kaum muda juga perlu waspada agar tidak menduplikasi model aktivisme liberal. Meski berlabel Muslim, aktivisme semacam ini sering kali hanya menjadi bemper kapitalisme. Mereka mengkritik di permukaan, namun tetap menjaga agar sistem rusak itu tetap berjalan.
Secara fitrah, generasi muda diciptakan sebagai makhluk Allah yang memiliki potensi sempurna: gharizah (naluri), hajatul ‘udhawiyah (kebutuhan jasmani), dan akal. Potensi ini tidak akan tumbuh optimal tanpa lingkungan yang kondusif. Mereka membutuhkan suasana yang kental dengan jawwil iman (suasana keimanan), yang mampu menumbuhkan kesadaran spiritual, ketajaman berpikir, dan keberanian bersikap.
Pembinaan generasi tidak bisa diserahkan pada individu semata. Ia menuntut kolaborasi yang komprehensif dan sistemis. Di sinilah pentingnya sinergi seluruh elemen umat: keluarga sebagai madrasah pertama, masyarakat sebagai ruang sosial pembentuk karakter, partai politik ideologis sebagai penggerak kesadaran umat, serta negara sebagai pelindung dan pengatur kehidupan.
Partai politik Islam ideologis memiliki peran strategis sebagai tulang punggung pembinaan umat, termasuk generasi muda. Perannya bukan sekadar kontestasi kekuasaan, tetapi menjalankan muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa), memberi ruang aman bagi suara kritis kaum muda, serta mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam yang jernih dan mendalam. Dengan demikian, taraf berpikir umat meningkat, tidak mudah terombang-ambing oleh arus informasi dan propaganda.
Mewujudkan generasi bertakwa dan tangguh bukan pekerjaan instan, apalagi individual. Ia membutuhkan sinergi seluruh elemen umat dengan landasan ideologis yang kokoh. Ketika generasi muda dibina dengan cara pandang yang sahih, dilingkupi suasana iman, dan diarahkan dalam perjuangan yang terstruktur, maka mereka tidak hanya akan kritis, tetapi juga konsisten. Tidak hanya berani bersuara, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan hakiki yang diridhai Allah SWT. Wallahu’alam bish showab.