Toleransi Bukanlah Humanity Coming Together


author photo

9 Des 2025 - 06.42 WIB



Oleh : Herliana Tri M

Indonesia adalah negara besar yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.  Berbagai suku, warna kulit, bahasa daerah yang beragam, juga agama dan kepercayaannya. Keberagaman berbagai keyakinan membutuhkan mekanisme dan kebijakan yang diterapkan oleh negara agar keharmonisan tetap terjalin, dan hubungan baik, tolong menolong terjalin erat sebagai warga negara.

Makna Toleransi 

Kerjasama seperti apa yang harusnya terwujud? bahasan ini perlu dibahas dengan meletakkan sesuai porsinya. Toleransi seperti apa yang seharusnya tercipta agar masyarakat dapat hidup rukun dan saling mendukung.

Berkaitan dengan menjaga toleransi ini, Kementerian Agama akan menggelar Natal bersama  (cnn.id, 25/112025).
Selama ini perayaan Natal  di lingkungan pemerintah umumnya dilakukan secara sektoral oleh umat Kristen dan Katolik. Apabila acara ini digelar, maka akan  menjadi peristiwa pertama  kalinya dalam sejarah, bahwa   Menag Nasaruddin Umar  akan 
melaksanakan natal bersama dengan alasan memperkuat kerukunan dan merawat keberagaman bangsa, juga bentuk penghormatan dan dukungan terhadap semangat toleransi dan kebersamaan.  

Berbicara tentang toleransi, memang dibutuhkan pemahaman yang benar agar tidak terjadi pemaksaan sebuah agama atau kepercayaan kepada pihak lain. Disinilah pentingnya memahami secara tepat. Ataupun juga tidak terjebak latah mencampuradukkan keyakinannya dengan keyakinan agama lain dan ujung- ujungnya ikut bersama merayakan agama dan kepercayaan yang berbeda.

Toleransi haruslah kita pahami sebagai ide membiarkan pemeluk agama lain beribadah sesuai dengan kepercayaannya, memberi ruang pemeluk agama yang mereka yakini, melaksanakan ibadah mereka, tidak menghina Tuhan mereka, tidak merusak tempat ibadah mereka. 

Toleransi bukan bermakna partisipasi. Rasulullah saw. tegas menolak melakukan ‘toleransi’ dalam bentuk terlibat atau bahkan mengamalkan ajaran agama lain. Ketika masih di Makkah, ada beberapa tokoh kafir Quraisy menemui Rasulullah saw. Mereka adalah Walid bin Mughirah, ‘Ash bin Wail, Aswad Ibnu al-Muthallib dan Umayah bin Khalaf. Mereka menawarkan toleransi, “Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (kaum Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan mengamalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus amalkan.”
Kemudian turunlah QS al-Kafirun yang menolak keras toleransi  semacam ini. Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân).

Bentuk Kerjasama Mewujudkan Keharmonisan

Berkaitan dengan keimananan maka masing- masing umat beragama dapat tenang menjalankan ritual agamanya tanpa saling mengusik. Inilah makna toleransi yang sebenarnya. Sedangkan untuk perkara selain akidah , maka kerjasama, tolong menolong dapat terwujud secara optimal. Bantu membantu mengatasi musibah banjir bandang di Aceh dan Sumatera dapat dilakukan secara bersama. Menolong siapapun yang membutuhkan bantuan tanpa memperhatikan ras, suku, agama dan golongannya. Ini salah satu contoh bagaimana ikatan sebagai warga negara dapat terjalin secara harmonis. Sehingga Humanity coming together dapat terwujud ditengah kehidupan bernegara dengan berbagai latar belakangnya. 
Orang-orang dari berbagai latar belakang, negara, atau budaya bekerja sama untuk tujuan bersama, baik  dalam menghadapi krisis, bencana, atau untuk mempromosikan perdamaian dan persatuan global. Ini menekankan gagasan solidaritas dan kerja sama kolektif.

Akhirnya, sudah saatnya kita meletakkan segala perkara sesuai dengan kaidahnya. Toleransi antar umat beragama tanpa harus terlibat merayakan agama dan kepercayaannya, namun dapat bekerjasama dalam ruang lingkup yang lainnya, dalam kerjasama selain perkara keyakinan agama.
Bagikan:
KOMENTAR