Belum lagi usai duka yang menyelimuti Negeri ini sebab pandemi yang sampai saat ini belum menemukan titik penyeselesaian yang jelas dan efektif, kini ditambah lagi dengan duka dan luka baru yang dengan sengajanya memanfaatkan kondisi ini.
Kapolres Bogor AKBP Harun mengungkap fakta baru terkait kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial tunai (BST) Kemensos terhadap 30 orang warga Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
AKBP Harun menyampaikan bahwa, Endang juga sudah masuk daftar pencarian orang (DPO) dan tengah diburu polisi karena menarik setoran dari dana bansos bagi warga terdampak pandemi COVID-19 itu.
SekdesSekdes tidak di tempat. Sementara ini tersangka. Masih telisik, masuk DPO (daftar pencarian orang)," kata AKBP Harun di Cibinong, Bogor, Selasa (m.jppn.com 16/2).
Fakta yang bernada sama juga muncul, hal ini di lansir dari Kumparan News, bahwa KPK mencatatkan sejarah dengan menangkap dua menteri pada tahun 2020 karena diduga terlibat korupsi. OTT terhadap kedua menteri itu menjadi perhatian karena terjadi di masa pandemi COVID-19.
Keduanya ialah Politikus Gerindra yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta Politikus PDIP yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Edhy Prabowo terjerat kasus benih lobster, sedangkan Juliari Batubara terlibat kasus bansos. ( 8/2/2021).
Jika dilihat jauh dari sebelum pandemi, kejadian serupa memang silih berganti terus menerus terjadi, sering kali pelaku koruptor mengambil kesempatan dari berbagai sisi, padahal seharusnya menjdi agen-agen yang ikut dalam menangani berbagai situasi.
Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya karena pandemi saja korupsi merajalela, tetapi sudah hal lumrah yang wajib diterima rakyat walau pada kenyataannya lagi-lagi menggoreskan luka.
Bagaimana tidak, jelas-jelas seharusnya sampai dan dinikmati oleh rakyat agar sedikit mengurangi beban dan jeritan hati rakyat namun pada kenyataanya rakyat makin terhimpit dan tercekik sedangkan mereka terus menerus menimbun kekayaannya.
Jika sudah terjadi, tidak ada pihak yang mengakui kesalahannya seolah memejamkan mata dan menutup telinga.
KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi) seakan-akan lelah dengan kasus yang sama, hingga KPK dinilai tidak serius dalam menangani kasus demikian, hal ini diungkapkan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangani korupsi.
Kurnia Ramadhana bahkan menyoroti KPK dalam menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat Juliari Batubara.
"Korupsi yang dilakukan Juliari dan kroninya adalah korupsi yang paling keji, dan harusnya ini menggerakkan KPK untuk menindaklanjuti kasus ini," tegas Kurnia Ramadhana. ( Pikiran Rakyat, 12/2).
Kasus korupsi yang serupa sebenarnya telah menjadi tontonan publik, bahwa pejabat berwenang banyak terseret korupsi bahkan sangat terstruktur.
Derasnya arus korupsi di Indonesia senantiasa menyisakan pertanyaan bagi semua orang. Apakah sistem yang dibuat masih memberikan peluang seorang individu atau bahkan kementerian melakukan tindak korupsi, hingga solusi yang diberikan adalah revisi undang undang dan tata aturan tindak korupsi?
Ataukah tindakan korupsi lebih disebabkan pada karakter individunya yang tidak amanah, hingga solusi yang ditawarkan adalah dengan reshuffle menteri, gonta-ganti individu, atau program revolusi mental?
Korupsi di negara ini sepertinya sudah sistemis. Artinya bukan masalah individu lagi. Tapi kondisi atau kesempatan membuat orang-orang tergiur dengan kenikmatan harta yang dijanjikan. Apalagi korupsi sering dilakukan antara penguasa dan pengusaha.
Jelas sekali bahwa penguasa dan pengusaha benar-benar mengadopsi pemikiran kapitalis yang akan selalu menghalalkan segala caranya demi uang dan harta.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kepentingan atau uang memiliki peran penting. Kebijakan-kebijakan seakan dilahirkan dari kepentingan yang ada.
Padahal para birokrat itu dahulunya adalah pilihan rakyat. Wakil rakyat atau yang dipilih oleh wakil rakyat. Idealnya para birokrat mengadopsi suara rakyat. Karena rakyat telah percaya kepadanya. Namun sayangnya tidak bisa jadi sandaran rakyat.
Suburnya tindak korupsi di suatu negeri tak bisa dilepaskan dari sistem politik yang digunakan. Negara yang menerapkan sistem politik demokrasi dipastikan menjadi lahan subur tumbuhnya korupsi. Mengapa bisa demikian?
Jelas saja, dalam sistem politik demokrasi, rakyat diberikan kedaulatan penuh untuk membuat undang-undang. Kala manusia diberikan hak untuk membuat sebuah peraturan, produk hukum yang dihasilkan berpeluang memiliki kecenderungan kepentingan. Walhasil politik yang dilakukan bukan lagi politik pelayanan kepada masyarakat, namun lebih pada pemuasan kepentingan individu dan kelompok.
Jelas sekali bahwa sistem yang lahir dari Sekuler Kapitalisme benar-benar tidak mampu mengurusi urusan ini, sebab solusi yang diberikan lagi-lagi bukan hukuman yang dapat menimbulkan efek jera bagi sang pelaku, tetapi malah menjadikan si pelaku asyik dan mau mengulanginya lagi.
Inilah bukti bahwa sudah saat nya beralih pada sebuah sistem yang akan menjadi penyelamat berbagai problematika kehidupan rakyat hari ini dengan penuh kepuasan dan ketenangan. Bagaimana tidak? Jika sistem yang akan diterpkan tersebut adalah sebuah sistem yang sumber hukumnya pun bersumber dari yang maha menciptakan dan maha mengatur, Ialah Allah Azza Wa Jalla yang jelas mengetahui apa-apa yang selama ini menjadi kebutuhan dan keselamatan hambaNya.
Islam memang sebuah sistem yang lengkap. Islam dengan sistem sanksi yang dimiliki dapat menyelesaikan masalah ini. Sistem sanksi ini jika diterapkan akan bersifat Jawabir dan Zawajir.
Jawabir atau penebus dimaksudkan untuk menebus sanksi di akhirat. Sanksi akhirat akan gugur karena telah diganti dengan sanksi negara.
Zawajir sebagai pencegah. Uqubat atau sistem sanksi akan mencegah orang-orang melakukan melakukan kejahatan.
Selain itu Islam juga memiliki sistem yang kompleks. Seperti sistem pemerintahan, sistem keamanan, sistem ekonomi dll. Ketika semua sistem tersebut saling bersinergi, dengan landasan keimanan, maka akan menutup kemungkinan terjadi korupsi.
Impian masyarakat sebagai negara bebas korupsi akan terpenuhi. Sehingga kepercayaan masyarakat pada negara akan kembali.