Oleh : Nor Hamidah
(Pemerhati sosial)
Beberapa waktu yang lalu istilah "Marital Rape" mencuat ke permukaan, topik ini memang cenderung jarang dibicarakan sebelumnya, karena dianggap sesuatu yang normal. Sesuai dengan makna harfiahnya, Marital Rape adalah pemerkosaan dalam perkawinan atau pernikahan, sama seperti kasus pemerkosaan lain.
Dalam Marital Rape juga terjadi pemaksaan hubungan seks dengan pasangan dan absennya persetujuan yang setara. Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) mengatur pasal tentang tindak pemerkosaan atau rudapaksa yang dilakukan suami terhadap istri, maupun sebaliknya atau Marital Rape, aturan itu tercantum dalam pasal 479 ayat 2 poin a RUU KUHP. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku pemerkosaan dalam rumah tangga dapat dihukum penjara 12 tahun.
Termasuk tindak pidana pemerkosaan dan dipidana sebagaimana ayat (1) meliputi perbuatan (a) persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istri yang sah, bunyi pasal 479 ayat 2 poin a RUU KUHP.
Aturan tersebut sebenarnya sudah ada dalam pasal 53 UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), aturan tentang marital rape dinilai masih sangat asing di masyarakat.
Menurut Komnas Perempuan masih banyak masyarakat yang tidak menganggap serius pemerkosaan dalam rumah tangga. Bahkan sebagian kalangan menganggap pemerkosaan dalam rumah tangga dianggap antara ada dan tiada.
Berdasarkan Catatan Tahunan 2021, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri adalah 100 kasus untuk 2020. Tahun 2019, data kasus mencapai 192 kasus yang dilaporkan ucap Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi detiknews, senin (16/6/2021).
Bagi theresia, laporan itu menunjukkan adanya kesadaran dari istri melihat bahwa ada tindakan yang disebut pemerkosaan dalam rumah tangga.
Perhatian dan keberanian melaporkan kasus pemerkosaan dalam perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan adalah pemerkosaan yang bisa ditindak lanjuti ke proses hukum, katanya.
Dalam catatan detik.com, sedikitnya sudah ada 2 kasus yang dikenakan pasal tersebut. Kasus pertama terjadi di Denpasar pada 2015, yaitu Tohari memperkosa istrinya yang sedang sakit-sakitan, beberapa pekan setelah itu Siti meninggal dunia, atas hal itu PN Denpasar menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara kepada Tohari.
Dan kasus kedua adalah Hari Adi Purwanto memaksa istrinya berhubungan badan disebuah hutan di Pasuruan, Jawa Timur pada 2011. Dan dihukum 16 bulan penjara.
Bentuk-bentuk marital rape yang patut diketahui dan dihindari diantaranya :
HUBUNGAN SEKS YANG DIPAKSAKAN
Pasangan memaksa hubungan seks menyakiti pasangan, hingga melukai orang yang harusnya dilindungi.
HUBUNGAN SEKS NAMUN PASANGAN MERASA TERANCAM
Hubungan seks yang disertai ancaman, penyerangan dll.
HUBUNGAN SEKS DENGAN MANIPULASI
Manipulasi dapat berarti tuduhan bahwa pasangannya tidak setia, tidak baik.
HUBUNGAN SEKS SAAT PASANGAN TIDAK SADAR
Istri yang tidak sadarkan diri dengan dicekoki obat tidur atau pingsan.
HUBUNGAN SEKS SAAT PASANGAN KORBAN TAK ADA PILIHAN
Mengatakan "ya" karena terpaksa dan tak ada pilihan karena diancam bercerai sehingga mengiyakan permintaan pasangan.
Jadi efek dari Marital Rape, biasanya istri mengalami trauma berat setelah diperkosa pasangan sendiri, sebab korban telah dilukai oleh pasangan yang seharusnya menjadi tempat bersandar melalui janji pernikahan, perasaan dikhianati juga melingkupi korban.
KONSEP MARITAL RAPE DALAM ISLAM
Padahal konsep pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) tidak ada dalam islam, islam mewajibkan istri untuk taat kepada suami. Konsep marital rape adalah produk pemikiran feminisme yang lahir dari rahim sekulerisme liberalisme, yaitu paham yang membuang jauh aturan agama dari kehidupan dan mengajarkan kebebasan dalam segala hal.
Ide feminisme tak pernah lelah menyerang syariat islam dengan tuduhan membelenggu kebebasanperempuan dan menciptakan berbagai macam penderitaan bagi perempuan, syariat tentang kepemimpinan suami, syariat tentang kewajiban istri mereka serang dan masih banyak lagi syariat islam lainnya yang juga mereka serang. https://m.facebook.com/MuslimahNews.com
RUMAH TANGGA MENURUT ISLAM
Rumah tangga adalah suatu hubungan yang dilandasi oleh ikatan pernikahan dan menimbulkan kewajiban bagi suami istri, sebuah rumah tangga menurut islam tentunya harus dilandasi nilai-nilai ajaran agama islam dan didasari iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Kekerasan dalam rumah tangga justru akan terjadi apabila landasan rumah tangga dan negara tak berdasarkan islam. Karena membangun rumah tangga yang harmonis itu adalah impian setiap manusia terutama bagi pasangan yang baru menikah. Keharmonisan tersebut harus selalu berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT. Islam mengajarkan untuk memuliakan istri, sebagaimana berdasarkan hadist dari Aisyah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
"Sebaik-baik kamu semua adalah yang terbaik kepada istrinya dan saya yang terbaik kepada istri ku." (HR. Tarmizi).
Maka para suami diwasiatkan untuk berbuat baik kepada istri dan juga dalam mempergaulinya, seperti dalam firman Allah:
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. An-Nisa :19).
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari para istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah :228).
Islam adalah ajaran agama yang menyeluruh dan senantiasa mengajak umatnya dalam berbuat kebaikan termasuk membangun rumah tangga yang harmonis demi mewujudkan keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah.