Hak Rakyat Terbelenggu, Akibat Pajak dan Retribusi Menukik!


author photo

10 Feb 2024 - 08.03 WIB



oleh : Fara Lorenza, S.ST

Warga di Bumi Batiwakkal kembali menjerit, pasalnya Peraturan Daerah (PerDa) Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah telah disahkan. Hal itu berimbas pada kenaikan tarif berobat yang berlaku per 04 Januari 2024 di RSUD dr.Abdul Rivai. 

Dalam hal itu Direktur RS menyatakan bahwa tarif saat ini diberlakukan lantaran nominal besaran keluar bersamaan dengan mulai berlakunya PerDa tersebut. Di mana sebelumnya pernah terkendala adanya Covid-19. (MediaKaltim.com, 10/01/2024)

Bupati Sri pun memberi pendapat terkait penilaian buruk di Google Maps tentang kenaikan pajak dan retribusi daerah yang tidak sesuai dengan layanan RS karena fasilitas yang terbatas. Beliau menyampaikan bahwa hal demikian terjadi karenan kondisi bangunan yang lawas dan pengelolaan manajemen yang perlu dibenahi. (BerauTerkini.co.id, 20/01/2024)

Memang sudah jadi rahasi umum ada pelayanan yang berbeda antara pasien yang berbayar dengan pasien yang menggunakan BPJS. Masyarakat berharap, agar pihak RS tidak memonopoli hal tersebut. Ketua DPRD Berau menanggapi akan diadakan sidak. 

Di samping itu, Beliau menyampaikan agar masyarakat bersabar karena kondisi demikian akibat masyarakat tidak mau antre di puskesmas, poliklinik maupun dokter praktek. Belum lagi penumpukan pasien di IGD dan hari cuti maupun hari libur bagi NaKes. (Prokal.co, 04/08/2023)

*Pajak, untuk dan oleh Rakyat?*
Sesungguhnya, bukan hal aneh jika negeri ini rajin sekali dalam memungut pajak dengan slogan “warga negara yang baik adalah yang taat pajak”. Negeri sekarang yang menganut sistem Kapitalisme, di mana menjadikan pajak sebagai tumpuan sumber pemasukan kas negaranya. Ketika hal tersebut berdampak buruk pada masyarakat wajar menuai pro dan kontra. Apalagi  berkenaan pelayanan RS merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang seharusnya di jamin oleh negara justru di palak oleh negara.

Dalam sistem Kapitalisme, pajak menjadi bagian dari kebijakan fiskal. Kebijakan ini dianggap dapat membantu negara menyapai kestabilan ekonomi dan bisnis karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima dari pajak. 

Padahal negeri ini kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), yang jika dikelola dengan baik akan dapat digunakan untuk kepentingan rakyat karena terkategori kepemilikan umum. Sayangnya, SDA saat ini telah dikuasai oleh asing. Di mana alih-alih memberi kesejahteraan untuk rakyat, justru hak rakyat terbelenggu akibat negara mendzalimi rakyat melalui menukiknya pajak dan retribusi daerah.

*Cukup Islam!*
Dalam Islam, sesungguhnya tidak ada pajak yang diambil dari masyarakat seperti yang dilakukan pada Sistem Kapitalisme, di mana barang-barang yang dikenakan pajak termasuk rumah, kendaraan bahkan makanan dan lainnya. Dahulu, Nabi Saw di masa kejayaan Islam mengatur urusan-urusan rakyat dan tidak terbukti bahwa Beliau memungut pajak atas masyarakat. 

Demikian pelayanan kesehatan dalam Islam termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat. 

Fungsi negara atau pemerintah dalam Islam adalah mengurus segala urusan dan kepentingan rakyatnya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw” “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus” (HR. Bukhari).

Maka dari itu, sudah saatnya menerapkan syariat Islam secara Kaffah dalam bingkai Daulah Islam. Dengan aturan Islam rakyat tidak akan terbebani lagi oleh pajak sehingga kehidupan rakyat dalam segala lini akan sejahtera. Sebab, penguasa menjadikan rakyat sebagai “Tuan” yang harus terpenuhi segala kebutuhannya.
Wallahu’alam.
Bagikan:
KOMENTAR