Mengherankan, Bekas Kawasan Tambang Jadi Pariwisata, Kepentingan Siapa?


author photo

9 Feb 2024 - 10.44 WIB



Oleh: Desy Arisanti, S.Si
(Pemerhati Masalah Sosial)

Lagi, terjadi. Bekas kawasan tambang dijadikan destinasi wisata. Memang bisnis pariwisata ini sangat menggiurkan, apalagi di pusat ibukota baru yaitu IKN Nusantara.

Sebuah perusahaan swasta lokal, PT Laju Lahan Digital (Lajuland) tengah membangun destinasi wisata di kawasan bekas tambang batubara.

Pembangunan destinasi wisata bertajuk _Lakeview_ itu terletak di Kelurahan Sungai Seluang, Samboja, Kutai Kartanegara. _Lakeview_ ini digadang-gadang akan menjadi tempat wisata para milenial di kawasan IKN. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Utama PT Lajuland, Robby Susanto.

Kawasan bekas tambang seluas 11 hektar itu telah berhenti beroperasi sejak tahun 2012 silam. Luasnya danau bekas galian dan pemandangan bukit yang indah menjadi daya tarik tersendiri. (Kaltim.prokal.co, 19/01/2024)

*Bahaya Bekas Galian Tambang*

Banyaknya wilayah bekas pertambangan yang dijadikan kawasan wisata telah banyak terjadi di negeri ini.

Kita bisa lihat Tebing Breksi di Yogyakarta bekas penambangan kapur; Danau Kaolin di Bangka Belitung bekas penambangan Kaolin (sejenis tanah liat); Danau Blingoh, bekas penambangan kapur di Jepara, Jawa Tengah; Ranu Manduro di Mojokerto, Jawa Timur; Bukit Jaddih di Madura, Jawa Timur, bekas penambangan kapur, Kandang Godzilla di Tangerang bekas penambangan pasir, dan masih banyak lagi. (Idntimes.com, 28/08/2021)

Sejatinya, kawasan bekas penambangan tidak dibiarkan begitu saja tetapi seharusnya direklamasi. Hanya saja, banyak perusahaan yang mengabaikannya. Terlebih, banyak ditemukan tambang-tambang ilegal yang sudah barang tentu tidak akan peduli dengan kondisi wilayah pasca penambangan.

Berdasarkan catatan Jaringan Advokat Tambang (Jatam) menggunakan data citra satelit, terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim.

Namun, merujuk data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur per 2018, terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (264 lubang bekas tambang) dan Kota Samarinda (130 lubang bekas tambang). (Perpustakaan.menklh.go.id)

Lokasi bekas pertambangan termasuk galian tambang sangatlah berbahaya. Dimana keadaan tanah tidak lagi normal tapi sudah mengalami pergeseran-pergeseran akibat aktivitas pertambangan semisal pengeboran. Maka keadaan tanah sangatlah rapuh dan ini berbahaya. Kita bisa melihat kondisi jalanan dekat lokasi tambang banyak yang mengalami longsor atau jalanan rusak.
.
Adapun lubang bekas galian tambang,  berdasarkan penelitian mengandung bahan beracun dan berbahaya. Jika tertelan atau bersentuhan dengan kulit akan membahayakan. Warna air yang tidak wajar pada kolam-kolam bekas galian tambang, seharusnya menjadi perhatian yang perlu diteliti lebih jauh.

*Orientasi Untung, Dampak Kapitalisme*

Sebenarnya tidaklah mengherankan, banyak ditemukan bekas lokasi tambang berubah menjadi daerah wisata. Ini menjadi salah satu bukti bahwa setidaknya Indonesia dianugerahi sumberdaya alam dan energi (SDAE) yang sangat melimpah. 

Memang benar adanya. Indonesia memiliki kekayaan alam (SDAE) yang sangat melimpah terutama di sektor pertambangan. Ditemukan banyak sumber daya alam berupa batu bara, nikel, timah, emas, tembaga, bauksit, dan lain sebagainya.

Hanya saja, pengelolaan SDA yang ada saat ini bersandar pada sistem sekuler kapitalisme. Dalam sistem ini, pemerintah harus menggandeng swasta dalam tata kelola SDA, dengan alasan investasi.

Investasi lalu digadang-gadang bisa membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya. Pemerintah pun semakin gencar membuka kran peluang investasi tanpa mempedulikan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.

Walhasil, eksploitasi SDAE pun terjadi secara besar-besaran dilakukan oleh swasta juga asing. Dampaknya banyak meninggalkan kerusakan terhadap lingkungan. Termasuk banyak kawasan bekas tambang yang tidak direklamasi. Seharusnya dilakukan penghijauan dengan penanaman kembali dan lubang-lubang bekas galian ditimbun atau diberi tanda/pagar. Padahal tidak sedikit orang yang ditemukan tenggelam di lubang bekas galian tambang ini.

Peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemilik modal (pengusaha). Mereka menyulap kawasan bekas tambang menjadi destinasi wisata. Kawasan yang memiliki pemandangan yang indah, dengan kolam-kolam berwarna hijau toska menjadi daya tarik tersendiri, yang bisa menghasilkan cuan (keuntungan).

Seolah tidak puas setelah mengeruk SDAE kita, masih berpikir untuk tetap bisa menghasilkan keuntungan dari kawasan bekas tambang. Beginilah keserakahan yang ditimbulkan dari sistem kapitalisme, selalu tidak puas dan hanya keuntungan materi yang dicari.

Mereka tidak peduli dengan bahaya yang ada pada kawasan bekas galian tambang.  Termasuk dampak sosial yang ditimbulkannya. 

Tidak kita pungkiri, di kawasan pariwisata terkadang orang bebas melakukan apa saja. Apalagi jika banyak turis berdatangan. Yang berpakaian serba minim dan terbuka, yang berdua-duaan, dan lain sebagainya. Tentu ini membawa dampak buruk pada masyarakat.

*Pengelolaan SDAE dan Pariwisata dalam Islam*

Islam adalah suatu sistem kehidupan yang tidak hanya mengatur perkara ibadah dan akhlak semata. Aturan Islam diturunkan oleh Allah SWT bersifat sempurna dan paripurna. Pengaturan Islam sangatlah komprehensif mengatur seluruh aspek kehidupan. Termasuk  pengelolaan SDAE dan pariwisata.

Dalam Islam, SDAE yang melimpah dan menguasai hajat hidup orang banyak termasuk kepemilikan umum. Artinya milik rakyat. Sebagaimana yang disampaikan dalam suatu hadits, _"kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api."_ (HR. Ibnu Majah)

Dan, negaralah yang berkewajiban untuk mengelola SDAE tersebut. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Karena dalam Islam negara adalah pengurus urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana dalam suatu hadits disampaikan, _"Imam atau khalifah laksana penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya."_ (HR. Bukhori dan Muslim)

Maka dengan pengelolaan negara, akan terjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Lingkungan akan terjaga kelestariannya, bebas dari kerusakan. Dan, tidak akan meninggalkan kawasan bekas tambang yang tidak bermanfaat juga berbahaya.

Adapun pariwisata dalam Islam tidaklah menjadi sumber pendapatan negara. Pariwisata hanya sebagai wasilah/sarana untuk semakin bertambah ketaatan kita kepada Allah SWT. Indahnya pemandangan alam yang terhampar hijau dan luas, semata-mata ada Allah yang menciptakannya. 

Pariwisata juga sebagai sarana dakwah Islam kepada umat di luar Islam. Tidak ada unsur bisnis apalagi sampai menimbulkan dampak sosial yang merusak masyarakat.

Inilah pengaturan Islam yang menyejahterakan dan melindungi rakyat.

Wallahu a'lam bish-showab.
Bagikan:
KOMENTAR