POLITISASI BANSOS, FENOMENA BIASA DALAM SISTEM DEMOKRASI


author photo

8 Feb 2024 - 21.47 WIB


Oleh : Ummu Hamidah
Pemerhati Masalah Sosial

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan sederet bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kilogram (kg), BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Alasan utama pemberian sederet bansos untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan.

Menurut Jokowi, bantuan sosial yang diberikan juga sama sekali tak ada kaitannya untuk dipolitisasi sebagai keuntungan pada paslon tertentu dalam Pemilu 2024. Pasalnya bantuan sosial itu banyak diberikan jauh-jauh hari sebelum Pemilu 2024, bahkan ada yang sudah diberikan sejak September tahun lalu.
Jokowi menilai, BLT yang digelontorkan bukan cuma keputusan sepihak dari pemerintah. Dia mengatakan sudah ada mekanisme persetujuan dari DPR juga untuk memberikan semua bantuan sosial ke masyarakat dari dana APBN. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7172954/jokowi-buka-bukaan-alasan-bagi-bagi-sederet-bansos-jelang-pemilu
Demikianlah sistem demokrasi. Kebebasan dalam menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan merupakan hal yang lumrah. Membantah boleh saja, namun sulit untuk tidak dikatakan, pembagian bansos kuat disinyalir menguntungkan paslon capres/cawapres tertentu. Sistem demokrasi sememangnya tidak memformat kekuasaan sebagai pelayanan, tetapi kesenangan. Tidak ada bedanya antara partai yang berbasis agama maupun partai nasional.

Sistem demokrasi yang berlandaskan asas sekulerisme jelas menjauhkan aturan agama (baca = Islam) dari mengatur kehidupan. Maka wajarlah, sekian Pemilu telah berlalu, kesejahteraan tak kunjung tampak batang hidungnya. Kekuasaan yang didapat dari perhelatan Pemilu, tidak lalu serta merta mendongkrak kesejahteraan. Halal - haram tidak dijadikan pedoman, namun cuan yang dijadikan landasan. Walhasil, negeri ini tak kunjung turun kasus korupsinya.

Kian menambah miris, taraf berpikir politis yang rendah masih diidap sebagian masyarakat. Mereka menganggap wajar perilaku para pejabat yang menghalalkan segala cara. Mereka bahkan merasa dapat rezeki ketika kebagian bansos. Apa mau dikata, kemiskinan yang masih mendera sebagian besar masyarakat telah menjadikan pola berpikir dan bersikap pragmatis melingkupi jiwa mereka. Mereka tidak keberatan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Karenanya suara mereka dalam Pemilu dapat dengan mudah diperoleh baik dengan politik uang maupun bantuan yang dibalut dengan politisasi bansos.

Pemerintah seharusnya dapat mengentaskan kemiskinan secara komprehensif dari akar persoalannya, bukan hanya dengan pemberian bansos yang sifatnya penyelesaian sesaat, melainkan dengan cara meningkatkan jaminan kesejahteraan berupa pendidikan dan pelatihan-pelatihan, pemberian fasilitas dan modal bagi rakyat dalam bidang pertanian dan wirausaha dan lain sebagainya. Tidak seperti saat ini, pendidikan masih sulit didapat dan belum merata bagi seluruh rakyat, Pemerintah masih kurang dalam memfasilitasi para petani dalam bentuk memperoleh lahan, akses, bibit, dan pupuk  yang mahal harganya. Kemudian kenaikan BBM dan pajak yang semakin membebani rakyat kecil untuk berwirausaha.
Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Subhanawata’ala. Indonesia dengan mayoritas berpenduduk muslim sudah seharusnya menjadikan Islam sebagai acuan dalam bernegara. Islam mewajibkan Negara menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Yakni terpenuhinya kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan kesehatan, dan juga keadilan dalam sistem hukum dan politik. Sehingga dapat mewujudkan SDM yang berkepribadian Islam dan anti korupsi. Negara di dalam Islam dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan menguasai SDA sepenuhnya, bukan menyerahkannya kepada pihak swasta seperti dalam sistem demokrasi yang penerapannya semakin kapitalis, yang menyebabkan kekayaan SDA sebagian besarnya dinikmati oleh oligarki yang mengedepankan keuntungan semata. 

Di dalam Islam, Negara juga akan mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam termasuk dalam memilih pemimpin, sehingga umat memiliki kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang muslim yang menjadi pemimpin pun  jelas berkualitas karena iman dan takwanya  kepada Allah SWT serta memiliki kompetensi, bukan mengandalkan pencitraan agar disukai rakyat, melainkan mencari ridho Allah Subhanawata’ala. Wallahualam.
Bagikan:
KOMENTAR