Urgensitas Air Bersih Meningkat,Kemana Harus Berharap?


author photo

12 Jun 2024 - 12.06 WIB


Penulis : Alin Lizia Anggraeni, SE (Muslimah peduli Umat)

Mega proyek Bendungan Sepaku Semoi Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, akan menjadi sumber air utama di Ibu Kota Nusantara (IKN). Pembangunan bendungan ini dimulai dari Juli 2020, akhirnya selesai di tahun ini. Bendungan Sepaku semoi memiliki luas 280 hektar dan kapasitas tampung 10,6 juta m³. Bendungan Sepaku Semoi fungsi utamanya adalah guna mereduksi banjir 55,26% dan diproyeksikan dapat mendukung kebutuhan air baku sebesar 2.500 liter/detik, untuk Kota Balikpapan sebesar 500 liter/detik dan untuk kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur sisanya yaitu 2000 liter/detik.

Di tengah pro kontra, Proyek ini memberikan angin segar kepada warga Balikpapan, Sebagaimana diketahui Balikpapan Sebagai Kota penopang IKN, Kerap mengalami krisis air bersih. Ketersediaan sumber air baku menjadi tantangan utama di Balikpapan, karena selama ini waduk yang di Balikpapan merupakan waduk tadah hujan, artinya memang sangat tergantung dengan curah hujan. Akibatnya jumlah air baku terbatas hanya dari Waduk Manggar berkapasitas 1.100 liter per detik dan Waduk Teritip 270 liter per detik. Ini baru mampu memenuhi cakupan layanan 70 persen. 

Pemkot Balikpapan sejak satu dekade lalu telah membidik sumber air baku dari Sepaku Semoi. Sebab dari sisi jarak, Penajam Paser Utara (PPU) sebagai kota tetangga, yang paling dekat yakni 50 kilometer. Jadi diyakini dapat membantu suplai air ke Balikpapan. Sebelumnya rencana distribusi air dari Bendungan Sepaku Semoi terdiri dari Balikpapan 2.000 liter per detik. Kemudian PPU 500 liter per detik. Setelah penetapan IKN di Kecamatan Sepaku, PPU membuat skema produksi berubah. Yakni 2.000 liter per detik untuk IKN dan 500 liter per detik untuk Balikpapan. Kapasitas ini dianggap terlalu kecil dan tidak sebanding dengan nilai investasi SPAM Sepaku Semoi. 

Membendung air membuka masalah
Pembangunan bendungan ini  ternyata menimbulkan masalah baru, yang  membuat masyarakat sekitar kehilangan sumber air.  Hal ini karena di bangun di DAS (Daerah Aliran Sungai), dimana ini adalah tempat aktivitas masyarakat  berada.  Akhirnya air yang dulu gratis dari sungai kini harus dibeli dalam bentuk air galon. Banyak keluarga yang harus menunggu pembagian air dari pihak kontraktor proyek bendungan. 

Dan terkait dengan penyediaan air bersih di Balikpapan yang notebene adalah kota penyangga IKN selalu saja mengalami krisis tiap tahun di saat musim kemarau juga menambah daftar permasalahan lainnya. Pada faktanya ketersediaan air  tanah cukup,  ini dibuktikan dengan banyaknya pihak swasta yang mengelola air tanah , dengan  membuat sumur-sumur bor   yang nantinya akan  dijual ke masyarakat. Dari fakta yang ada ini menunjukkan bahwa ada ketersediaan air bersih yang dikelola oleh swasta dan abainya pemerintah akan hal ini . Padahal pengeboran air tanah yang tidak terukur akan menimbulkan dampak lain di kemudian hari.  Ini terjadi karena tidak melibatkan seorang yang ahli dalam hal pertanahan.

Hal yang wajar dalam system sekarang, system ekonomi kapitalis  yang akan terus mengeksplore sebanyak mungkin untuk bisa dijual dengan mngambil keuntungan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang akan terjadi nanti. 

Selain itu setelah sekian lama Balikpapan mengalami krisis air bersih, baru sekarang terwujud sebuah waduk besar. Pertanyaannya mengapa tidak dari dulu. Hal ini semakin membuktikan bahwa bendungan ini bukan dibangun dalam rangka riayah urusan umat, melainkan untuk melancarkan masuknya investor dalam pembangunan IKN. Sebagaimana kita ketahui air adalah sumber kehidupan yang mana manusia tidak bisa jauh dari air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangunan bendungan ini sebagai bentuk suport pemerintah terhadap kebutuhan kapitalis, yang mana dalam proses pembangunan IKN membutuhkan air yang banyak.

Ketika pemerintah menggenjot pembangunan dengan “menumbalkan” rakyat, pertanyaannya, lalu pembangunan itu untuk siapa? Nyatanya, sejak awal, pembangunan bendungan ini memang tidak didesain untuk kemaslahatan rakyat, melainkan untuk kepentingan oligarki. 

Perspektif pembangunan pemerintah berjalan ala kapitalisme, yaitu mementingkan pertumbuhan ekonomi dan derasnya investasi. Yang menjadi lambang keberhasilan pembangunan adalah dua hal tersebut, maknanya adalah yang penting pemerintah berhasil membangun dan mendapatkan dana dari investor untuk membangun. Pemerintah mengabaikan fakta bahwa pembangunan itu tidak membawa kemaslahatan untuk rakyat, bahkan membawa keburukan untuk rakyat. 

Lebih dari itu, pemerintah menutup mata bahwa pembangunan tersebut melanggar UU. UU yang dianggap menghambat pembangunan dan investasi justru akan dihapus dan diubah. Hal ini seperti lahirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja layaknya UU sapu jagat yang menghapus banyak pasal di UU yang sudah ada demi memuluskan investasi. 

Inilah realitas pembuatan kebijakan dalam sistem demokrasi.  Penguasa , dalam hal ini pemerintah, disokong pemilik modal, leluasa membuat dan mengubah UU sesuka hatinya demi memuluskan investasi. Sedangkan digelarnya karpet merah oleh pemerintah untuk investasi ini hakikatnya menunjukkan penguasaan atau dominasi pemilik modal atas penguasa.

Inilah keburukan dalam sistem demokrasi yang  menjadikan kedaulatan ada di tangan segelintir manusia, yakni penguasa, sedangkan para penguasa ini disetir oleh pemilik modal. Akhirnya, setiap kebijakan penguasa ditujukan untuk kepentingan segelintir pemilik modal. Mereka leluasa mengatur negara ini sesuka hatinya melalui tangan penguasa. Terwujudlah politik oligarki yang menggabungkan kekuasaan yang korup dengan keserakahan pemilik modal. Adapun rakyat, terjepit lemah tidak berdaya, hanya menjadi penonton yang terus digusur hingga terpinggirkan.

Sistem Islam Adalah Solusi
Sistem bobrok demokrasi ini harus segera diakhiri agar tidak terus menyebabkan kerusakan di tengah rakyat. Harus diganti dengan sistem Islam yang menggariskan bahwa kedaulatan ada di tangan Allah Taala, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. 

Dengan demikian, setiap pembuatan kebijakan, termasuk pembangunan, akan berdasarkan pada keimanan dan ketakwaan pada Allah Swt. sehingga penguasa tidak akan kongkalikong dengan pemilik modal untuk membuat aturan sesuka hatinya.

Sistem Islam,  tegak di atas perspektif kepemimpinan Islam, yaitu bahwa pemimpin adalah raa’in (pengurus) bagi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah itu laksana gembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap yang ia gembalakan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan perspektif kepemimpinan ini, tugas pemerintah adalah mengurusi rakyatnya dan mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya mengurusi pemilik modal. Setiap kebijakan pemerintah harus ditujukan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat. Untuk itu, pemerintahlah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan menyelesaikan seluruh kesulitan yang dihadapinya. Negaralah yang berperan sentral untuk mengelola sumber daya air dan SDA sehingga terwujud pemerataan pemenuhan pada seluruh rakyat.

Negara juga bertanggung jawab untuk melakukan berbagai kebijakan untuk mitigasi ataupun mengatasi kesulitan air. Mulai dari membiayai riset-risetnya, pengembangan teknologi, hingga pengimplementasiannya untuk mengatasi masalah.  Untuk itu peran tenaga ahli atau khubaro menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari bagaimana negara mengelola negerinya. Tanggung jawab ini harus dijalankan langsung oleh pemerintah, tidak boleh dialihkan kepada pihak lain, apalagi korporasi.

Peran politik juga hadir untuk mencegah dan menghentikan tindakan perusakan lingkungan, walaupun atas nama pembangunan atau proyek strategis nasional atau eksplorasi SDA. Dalam Islam, telah ada pijakan dalam pembangunan atau pengelolaan lingkungan sebagaimana hadis Rasulullah (saw.).
 “Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri dan jangan pula memudarati orang lain.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).
Pemerintah harus menggunakan prinsip-prinsip sahih sesuai syariat Islam, yakni pembangunan dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kewajiban dakwah dan jihad tanpa menimbulkan kerusakan besar. Jika pembangunan dijalankan di atas prinsip syariat, pasti akan membawa kemaslahatan.

Secara ekonomi, sistem ekonomi Islam memiliki konsep dan hukum terkait pengelolaan harta. Di antaranya terkait harta milik umum, seperti air, energi, hutan, laut, sungai, dan sebagainya, ditetapkan sebagai milik seluruh rakyat. Negara wajib bertindak sebagai pengelola supaya harta tersebut bisa dinikmati rakyat. Prinsip pengelolaan ini oleh negara semata-mata untuk pelayanan, bukan berbisnis. Alhasil, negara tidak diperbolehkan menyerahkan pengelolaan apalagi kepemilikannya kepada swasta.

Pada aspek infrastruktur, pengadaan air bersih dan layak serta sanitasi juga merupakan tanggung jawab negara. Infrastruktur yang termasuk fasilitas publik, seperti pipa, reservoir air (waduk, bendungan, dsb.), wajib disediakan oleh negara sampai ke rumah-rumah penduduk. Pemerintah juga tidak akan akan memaksakan suatu proyek pembangunan ketika rakyat di wilayah tersebut tidak meridainya. Ketika rakyat menolak, negara tidak akan menggusur rakyat, melainkan menghentikannya. Ini sebagaimana dihentikannya pembangunan masjid di Mesir oleh Gubernur Amr bin al-Ash karena ada seorang Yahudi yang menolak rumahnya direlokasi meski sang gubernur memberi kompensasi yang tinggi. Sungguh, Dengan diterapkannya siatem islam secara keseluruhan, akan mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat, termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Bukan kezaliman seperti yang terjadi hari ini.
Bagikan:
KOMENTAR