Keserakahan Pembangunan IKN Terhadap Keberlangsungan Hidup Satwa


author photo

29 Jul 2024 - 15.15 WIB


Oleh: Dewi Yuli Yana, S. Hut
(Aktivis Muslimah Samarinda)

Pembangunan infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, hingga kini terus berlanjut dan progresnya telah mencapai 60%. Salah satu yang cukup menarik ialah slogan IKN mengumumkan konsep pembangunan yang akan diterapkan sebagai Kota Hutan yang Berkelanjutan atau SmartForest City. 

Konsep pembangunan ini diharapkan mampu mempertahankan ekologi hutan serta tersedianya tempat atau rumah bagi satwa yang tinggal dihutan. Walaupun secara konsep ini merupakan hal yang baik, namun pada faktanya tidak ada satupun koridor alami yang terselamatkan.

Salah satu faktanya yaitu pembangunan jembatan jalan bebas hambatan yang akan menghubungkan Kota Samarinda dan Ibukota Negara Nusantara (IKN), kini sedang dalam proses pengerjaan.  Jalan tol yang masuk dalam salah satu proyek strategis nasional ini menggerus dan membelah hutan hingga memutus koridor satwa. Pelaksana pembangunan jalan menyatakan akan ada koridor satwa, tetapi pembangunan sudah berlangsung pun jalur lalu lintas satwa  belum terealisasi. 

Dampak dari pembangunan tol ini maka banyak satwa yang terancam kalau habitat terputus karena dirampasnya tempat berkembangbiak serta hilangnya tempat untuk mencari makan, dan lebih dari itu adalah punahnya satwa.
“Setelah ada proyek jalan tol, semua koridor satwa hutan terputus. Meskipun ada pembicaraan tentang membangun segitu banyak koridor, kenyataannya tidak ada satupun koridor alami yang diselamatkan. Tidak ada yang tersisa,” kata Darman, kontributor dari Yayasan Borneo Biodiversity Conservation (BBC), Samboja Mei lalu.

Proyek jalan bebas hambatan (tol) penghubung Kota Balikpapan menuju IKN ini terkesan buru-buru dan tak terencana matang, sehingga akan banyak dampak yang terjadi dalam jangka panjang. Mengenai permasalahan ini, banyak praktisi pencinta alam yang angkat suara. Bagaimana tidak,permasalahan ini bukanlah perkara sebatas satu- dua ekor hewan saja, tapi menyangkut keberlangsungan hidup satwa yang sedari awal sudah berkembangbiak disana.

Meskipun secara konsep telah didesain sebaik mungkin, akan tetapi tetap saja yang dibutuhkan satwa tak hanya memakan jenis tanaman pepohonan atau mangrove saja tetapi yang perlu diperhatikan juga adalah mobilisasi satwa. Satwa kerap menjelajah, semisal dari areal mangrove ke areal pesisir menjadi tempat peristirahatan ideal baginya. Namun dengan ada jembatan tol, perlintasan alami terputus dan berpotensi terisolir dari sumber makanan.

Mulanya dengan kehilangan tempat bernaung dari matahari terik lalu berhadapan dengan situasi yang mengharuskan beradaptasi pada kondisi baru setelah terjadi perubahan habitat signifikan. Banyak satwa yang akan kehilangan lingkungan habitatnya, mereka akan berpencar mencari wilayah yang ditempati, kehilangan sumber makanan, dan berkurangnya ketersediaan air.

Seleksi alam akan terjadi, akibatnya akan banyak satwa yang matihingga bisa jadi mengalami kelangkaan spesies bahkan bisa terjadi kepunahan. Jika semua itu terjadi, bukankah manusia akan menjadi makhluk yang sangat serakah karena tidak memikirkan makhluk hidup lain demi kepentingannya?

Ini semua adalah gambaran dari sadisnya pemikiran-pemikiran yang hanya mementingkan keutungan belaka, yaitu lahir dari buah pemikiran ideologi Kapitalisme. Penerapan ideologi kuffur ini membuat taraf berpikir manusia menjadi sangat rendah, yaitu hanya mementingkan kepentingan yang mengutungkan pihak berkuasa. 

Jika kita ingin menelaah, maka kita akan menemukan bahwa proyek pembangunan tol ini didorong oleh motivasi kepentingan para oligarki. Bagi yang memiliki kekuasaan dan keserakahan, sehingga tidak memiliki cukup akal sehat untuk memikirkan dampak yang akan terjadi bagi ekosistem satwa dimasaakan datang. 

Pembangunan kota maupun infrastruktur lainnya seharusnya dibangun untuk meningkatkan ketakwaan dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Tidak boleh merusak alam, manusia, dan mengancam keberadaan ekosistem satwa lainnya. 

Contoh pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshurketika  membangun ibu kota di Baghdad dengan mengumpulkan para insinyur, arsitek, dan orang-orang yang memiliki pemikiran (ahl ar-ra’yi). Tata ruangnya melingkar, di tengahnya berdiri masjid yang megah, berdekatan dengan istana Khalifah, dikelilingi permukiman penduduk, dan tetap memperhatikan keberadaan ekosistem alam sekitarnya. Saat itu, Baghdad merupakan ibu kota dan tata ruang terbaik pada pertengahan abad ke-2 hijriah.

Bukti sejarah telah mengonfirmasikan bahwa Ibu Kota Negara Khilafah serta kota-kota besar pada era peradaban Islam sungguh luar biasa. Kesejahteraan melingkupi setiap sudut kota dan seluruh penjuru negeri. Nilai-nilai kehidupan yang terwujud di tengah masyarakat, semuanya bersumber dari Islam.

Demikianlah, Khilafah memberikan gambaran hasil penerapan sistem Islam. Pembangunan kota maupun infrastruktur lainnya dilaksanakan secara efektif demi kemaslahatan rakyat dan meminimalisir terjadinya kerusakan ekosistem makhluk hidup lainnya. Khilafah tegak untuk menerapkan aturan Islam serta memberikan perlindungan seutuhnya bagi manusia, alam, termasuk didalamnya adalah satwa. Tidak heran, Islam pun menjadi rahmatan lil ‘alamin sehingga keberkahan hidup pun menjadi keniscayaan.Wallahu’alam bissawab.
Bagikan:
KOMENTAR