Ironi Dibalik Program Desa Ramah Perempuan


author photo

28 Sep 2024 - 17.12 WIB


Oleh : Sitti Kamariah
(Pemerhati Masalah Sosial) 

Upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memperkuat kesetaraan gender dan perlindungan anak menjadi langkah progresif yang telah diambil. Hal ini diperkuat dengan penetapan replikasi Desa Ramah Perempuan dan Perlindungan Anak (DRPPA) di wilayah Kabupaten Kukar bukan sekadar program. Namun menjadi sebuah komitmen yang akan menjadi landasan bagi desa-desa di Kukar untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil. Dikatakan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara, Hero Suprayetno, bahwa langkah ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pembangunan desa di Kukar. (www.balpos.com, 04/09/2024) 

Keterlibatan perempuan dalam desa melalui program Desa Ramah Perempuan merupakan salah satu dari 18 tujuan SDGs.  Desa yang ditargetkan pemerintah diharapkan menjadi garda terdepan merealisasikan program pengarusutamaan gender. Sehingga, diharapkan desa mampu memberikan rasa aman, tidak membeda-bedakan gender, serta memberikan kesempatan lebih banyak perempuan untuk berkarya.

Disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin dalam Panel Diskusi yang diselenggarakan oleh Republik Islam Iran dalam Commision on the Status of Women ke-68, bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) suatu negara, apabila mereka diberdayakan. Dampak positifnya tidak hanya akan dirasakan oleh diri perempuan secara individu, tetapi juga keluarga, komunitas, hingga negara.

Menurut Lenny, kebijakan dan tindakan afirmatif Pemerintah Indonesia dalam pemberdayaan perekonomian perempuan berhasil menghasilkan progres yang signifikan. Salah satu contohnya pada 2022, 64,5 persen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia dimiliki dan dikelola oleh perempuan. “Sejauh ini, UMKM telah memberikan kontribusi terhadap 61 persen PDB; 60 persen dari total investasi; dan 97 persen penyerapan tenaga kerja. Untuk menunjang ketahanan ekonomi ini, Pemerintah Indonesia juga telah menyusun berbagai regulasi untuk mengoptimalkan pemberdayaan perempuan, yaitu Strategi Nasional Inklusi Keuangan dan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional.

Dengan demikian, dapat kita dicermati pada akhirnya inti dari program ramah perempuan ini hanyalah kepanjangan tangan dari SDGs global settingan para kapital yang makin mengukuhkan penjajahan kapitalismenya khususnya pada perempuan. 

Kehidupan dengan sistem sekuler kapitalisme akan membentuk individu dan masyarakat yang materialistis, dimana segala sesuatunya diukur dari keuntungan dan materi semata. Dalam sistem ini pemilik modal besarlah yang berkuasa. Uang menjadi "Tuhan" dalam sistem sekuler kapitalisme. Akibatnya, semua individu dalam sistem ini dituntut produktif menghasilkan cuan. Demi mendapatkan cuan, seseorang akan menghalalkan segala cara, walaupun harus menggadaikan jati diri bahkan dirinya. 

Perempuan pun tentu ikut terjerat dalam tuntutan ekonomi sistem sekuler kapitalisme.  Oleh karenanya, kapitalisme telah menjerat perempuan saat ini untuk terus produktif menghasilkan cuan sejalan dengan program pemberdayaan perempuan. Program yang dalam wacananya untuk mengatasi berbagai persoalan perempuan seperti kemiskinan, kekerasan, diskriminasi, dan lainnya, nyatanya adalah sebuah ironi dimana perempuan mendapat beban baru untuk ikut menopang ekonomi keluarga bahkan negara yang dimana itu bukanlah tugasnya. 

Padahal sudah menjadi haknya perempuan terutama ibu rumah tangga untuk dinafkahi. Mencari nafkah bukanlah kewajiban bagi perempuan, apalagi yang berstatus ibu rumah tangga walaupun sudah janda. Ibu rumah tangga harusnya sudah terjamin nafkahnya seumur hidup dari suami, wali/kerabat dekat sedarah bahkan dari negara jika tak ada wali yang mampu menafkahi. Namun dalam sistem kapitalisme, lingkungan dan peraturan dibuat agar seluruh individu termasuk perempuan harus mampu menopang ekonomi dirinya sendiri, keluarga bahkan negara. Perempuan yang tidak produktif menghasilkan cuan akan dianggap beban. 

Sistem sekuler kapitalisme yang mengutamakan keuntungan materi akan menciptakan aturan yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Perempuan dalam sistem ini pun didorong untuk menggerakan perekonomian melalui berbagai program pemberdayaan perempuan yang menjauhkannya dari tugas dan fitrah penciptaannya. Ibu rumah tangga disibukkan dengan mencari cuan, sehingga kehabisan tenaga untuk menjalankan tugas utamanya di rumah sebagai istri dan ibu pendidik generasi. Akibatnya keharmonisan dalam rumah tangga hilang, sehingga banyak rumah tangga yang hancur dan generasi pun semakin rusak. Bahkan tidak sedikit wanita lebih memilih karir daripada menikah. 

Kapitalisme ini telah menghilangkan peran negara sebagai pengurus rakyatnya. Negara harusnya yang menjamin kehidupan masyarakat miskin dan juga para perempuan yang tidak punya wali untuk menafkahi. Namun dengan sistem kapitalisme, negara justru memeras rakyat demi kepentingan penguasa. Sistem kapitalisme melahirkan kolaborasi kelompok pemilik modal dan korporasi swasta asing yang siap menyetir kekuasaan untuk melegalisasi perampokan besar-besaran terhadap kekayaan alam milik rakyat. Oleh karenanya, rakyat tidak pernah bebas dari kemiskinan dan hak-haknya telah banyak dirampas akibat dari kapitalisme. 

Satu-satunya cara keluar dari problem ini adalah dengan mengubah sistem sekuler kapitalisme yang terbukti rusak ini, dengan sistem sahih yang diberikan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Sang Pencipta, yaitu sistem Islam. Islam tidak sekedar agama, namun sebuah sistem yang berisi syariat lengkap dalam mengatur kehidupan. Maka, sudah tentu Islam memiliki seperangkat aturan dalam menjaga ketahanan ekonomi keluarga bahkan negara tanpa harus melibatkan perempuan untuk menopang ekonomi. Dalam Islam perempuan memang dibolehkan untuk bekerja, namun hanya untuk kemaslahatan bukan untuk menopang ekonomi keluarga apalagi negara. 

Ada beberapa hal dalam sistem Islam untuk ketahanan ekonomi keluarga dan kesejahteraan masyarakat. Pertama, jaminan kebutuhan primer oleh negara. Tugas negara adalah mengurus urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw. :
فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus" (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Hal ini tidak berarti negara membagikan secara gratis makanan, pakaian, atau rumah kepada rakyat setiap saat, sehingga rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Maksud dari jaminan tersebut diwujudkan dengan pengaturan serta mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan, dalam hal negara sebagai pengurus urusan rakyatnya. 

Negara akan memberikan bantuan berupa zakat jika mereka termasuk delapan orang yang berhak menerima zakat. Bagi kepala keluarga, negara akan memberi bantuan modal tanpa riba, membuka lapangan kerja yang luas sebagai pegawai negara maupun dengan mendirikan industri padat karya bagi rakyat yang belum punya pekerjaan, ataupun memberikan tanah bagi siapa pun yang dapat menghidupkan tanah mati dengan mengelolanya.

Islam mewajibkan ayah sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Firman Allah tentang nafkah dalam Al-Baqarah ayat 233:
"...وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ"

Artinya: "...Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut..." 

Namun, jika kepala keluarga terhalang mencari nafkah, maka kewajiban menafkahi beralih pada wali atau kerabat dekat yang memiliki hubungan darah. Dan apabila tidak ada wali yang sanggup menafkahi maka kewajiban jatuh kepada negara yaitu dari kas negara (baitulmal). Dan jika kas negara kosong, maka kewajiban nafkah beralih ke kaum muslim secara kolektif. 

Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. 

Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan tidak boleh diprivatisasi, kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis. Harta milik umum ini berupa barang tambang, minyak, sungai, danau, hutan, jalan umum, listrik, dll. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Nabi SAW, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api." (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).

Sedangkan untuk kepemilikan negara, yaitu pada dasarnya merupakan hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, dimana hak milik negara ini dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan negara menghendaki demikian. Kepemilikan negara seperti harta ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah, ushr, dan harta hasil BUMN. 

Selain itu, negara dalam sistem Islam akan menerapkan syariat secara total dalam tata kelolanya. Begitupun dalam sistem sanksi peradilan, Islam memiliki sanksi tegas yang memberikan efek jera, sehingga kekerasan dan diskriminasi baik pada perempuan, anak maupun  pada makhluk hidup lainnya dapat teratasi. 

Telah terbukti bahwa hanya dengan sistem Islam perempuan dan anak akan terlindungi dari kemiskinan, kekerasan,diskriminasi dan persoalan hidup lainnya. Maka, sudah selayaknya kita campakkan sistem sekuler kapitalisme ini dan kembali pada penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Tentu sistem Islam ini akan relevan untuk siapapun, dimanapun dan kapanpun, sebab dibuat oleh Sang Pencipta kehidupan ini yaitu Allah subhanahu wa ta'ala. 

Wallahu a'lam bishshowab
Bagikan:
KOMENTAR