Oleh : Milda, S.Pd
(Aktivis Muslimah)
Sanksi untuk tiga Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) yang diduga melakukan kekerasan seksual hingga saat ini masih mengambang. Meski dalam rilis Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unmul mengatakan terbukti, sanksi terhadap dosen tersebut tak kunjung keluar.
Selain dari tiga dosen tersebut, satu dosen berasal dari Fakultas Kehutanan Unmul yang tengah diproses hukum masih menjadi sorotan.
Kepada Kaltim Post, Kamis (22/8), Menteri Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM Unmul, Devy Khusnul Khotimah angkat bicara. Dia mengatakan, setelah Satgas PPKS Unmul mengeluarkan rilis terkait kejadian kekerasan seksual di lingkungan kampus, dirinya ingin mengetahui kasus di dalam rilis tersebut. “Ternyata setelah kita bicara bersama, salah satu dari permasalahan ini adalah kode etik Unmul yang tak kunjung disahkan. Bayangin, kode etik itu aturan penting untuk spesifikasi mengatur bentuk sanksi dan pelanggaran, tapi malah belum disahkan,” ucapnya. https://kaltimpost.jawapos.com/utama/2385006748/tuntaskan-kekerasan-seksual-di-unmul-devy-pelaku-belum-diamankan-masih-diundang-sebagai-narasumber
Hari ini kekerasan seksual makin hari makin tidak terbendung khususnya bagi kaum wanita hal ini imbas dari sistem yang mengagungkan nilai-nilai kebebasan termasuk dalam dunia kampus. Walaupun adanya dukungan dari kampus untuk memberantas kekerasan seksual tetapi nyatanya belum menyentuh keakar masalah. Dunia kampus notabene saling bersinergi dengan kehidupan bermasyarakat dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat harus memiliki perasaan, pemikiran maupun peraturan yang sama sehingga paham bagaimana seharusnya memberantas kekerasan seksual yang saat ini banyak di alami kaum wanita.
Tentu negara memiliki andil besar dalam memberantas kekerasan seksual sebab segala regulasi ada di tangan pemangku kebijakan. Kita juga tidak bisa mengingkari bahwa negara telah membuat berbagai regulasi dalam memberantas kekerasan seksual namun nyatanya sampai hari ini regulasi yang dibuat masih belum menyentuh akar permasalahan yakni sistem demokrasi kapitalisme-sekulerisme. Jika pun ada sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual namun belum tentu bisa diproses lebih lanjut. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus menerus sebab semakin maraknya kekerasan seksual semakin membuka peluang penyakit kelamin serta para pelaku kekerasan seksual makin tak terbendung sebab sanksi yang diberikan tidak mampu memberikan efek jera.
Seharusnya negara berani mencampakkan sekulerisme yang hari ini diterapkan dengan asas liberalisme, berdalih atas hak individu yang menghasilkan berbagai permasalahan seperti kekerasan seksual, aborsi, penyakit kelamin dan lain sebagainya. Sejatinya sistem yang berasal dari akal manusia hanya akan melahirkan berbagai masalah dan peraturan akhirnya dibuat berdasarkan hawa nafsu.Kebebasan yang diberikan membuat individu hilang kewarasan.
Miris tentu sistem rusak yang dianut oleh berbagai negata seperti negara adidaya dalam hal ini negara-negara eropa yang dominan menjunjung tinggi HAM pada akhirnya hanya melahirkan berbagai problem seperti kekarasan seksual, pembunuhan, intimidasi, kriminal dan kasus-kasus lainnya semua ini tidak terlepas dari nilai-nilai sekulerisme yang mustahil bisa teratasi jika memakai perundang-undangan yang berasal dari pemikiran manusia dan sistem rusak ini tentu bertolakbelakang dengan sistem Islam.
Dalam sistem pemerintahan Islam kehormatan wanita terjaga serta jaminan keamanan dari penguasa melalui adanya kerjasama dari keluarga, masyarakat dan negara. Sistem pemerintahan menyadari bahwa penguasa adalah pelayan rakyat termasuk menjaga rakyatnya dari tindak kekerasan seksual khususnya di lembaga pendidikan. Sebab kesadaran ini buah dari keimanan. Dalam sistem Islam penguasa memiliki kesadaran bahwa setiap yang dilakukan akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak maka tidak akan berani membuat kebijakan yang berlawanan dengan syariat Allah. Sama halnya dengan setiap muslim juga senantiasa terikat hukum syara dan wajib taat pada pencipta-Nya melalui peraturan yang ditetapkan penguasa sesuai hukum syara.
Dalam Islam mengatur hubungan laki-laki dan wanita dimana tidak adanya ikhtilat kecuali adanya uzur syar'i seperti pendidikan, kesehatan, muamalah dan lain sebagainya. Bahkan wanita jika pergi keluar rumah mahramnya harus mengikuti. Sehingga tidak adanya celah bagi para pelaku kejahatan seksual. Selain itu Islam juga memberikan sanksi tegas yang membuat jera seperti hukum qisas bagi pembunuh manusia yang tidak bersalah dengan memberikan diat 100 ekor unta jika keluarga korban berdamai/memaafkan si pelaku.
Sehingga orang yang ingin melakukan kekerasan seksual/pembunuhan orang akan berpikir ulang untuk melakukan.
Islam juga memiliki aturan yang melindungi wanita, menghargai bahkan berbuat baik. Seperti pesan Rasulullah SAW : "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita." (HR.Muslim).
Negara dalam Islam memahami tanggung jawabnya sebagai penguasa sehingga sadar setiap hal-hal yang berhubungan dengan rakyatnya merupakan kewajibannya. Dikisahkan, ketika wanita muslimah diganggu oleh seorang laki-laki yahudi sampai auratnya terlihat Rasulullah SAW dengan membawa pasukan kaum muslimin untuk mengepung kampung Qainuqa sehingga mereka menyerah dan tidak menggangu wanita muslimah.
Maka, jelas hanya Islam yang benar-benar mampu melindungi dan memberikan keamanan bagi wanita. Hanya dengan penerapan sistem Islam segala problematika umat mampu teratasi. Wallahu Alam Bishowab