Kemiskinan dan Pengangguran di Tengah SDAE Yang Melimpah


author photo

28 Nov 2024 - 19.34 WIB



Oleh : Mira Ummu Tegar (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kertanegara (Kukar) semakin serius menangani masalah pengangguran dan kemiskinan melalui program strategis Kukar Siap Kerja. Program ini menargetkan untuk melatih dan memberikan sertifikat keterampilan kepada 6.000 warga hingga tahun 2026, dengan tujuan meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal di pasar kerja yang semakin kompetitif.

Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kukar, Lukman mengungkapkan program Kukar Siap Kerja disusun untuk menjawab kebutuhan industri akan tenaga kerja yang berkualitas. "Kami ingin memastikan bahwa masyarakat Kukar memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja saat ini, pelatihan ini bertujuan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia kerja," ujarnya.(tribunkaltim.co 13/11/2024).

Problem kemiskinan sangatlah erat kaitannya dengan pengangguran. Sementara memiliki pekerjaan atau bekerja (tidak menganggur) merupakan upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Sehingga hal inilah yang kemudian menjadi program Pemkab Kukar untuk mengurangi tingkat kemiskinan melalui programnya yakni Kukar Siap Kerja, yang menargetkan 6.000 warganya hingga tahun 2026 mendapatkan pelatihan keterampilan dan sertifikasi yang nantinya siap bersaing di pasar kerja sebagaimana yang dibutuhkan industri. Namun apakah hal ini mampu menyelesaikan problem kemiskinan di Kukar khususnya.

Jika kita menilik dan melihat Kukar khususnya dan Kalimantan Timur pada umumnya adalah merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan energi (SDAE). Hal ini terbukti bahwa Kaltim merupakan pengekspor batu bara terbesar di Indonesia, dengan cadangan batu bara yakni 13,61 miliar ton dan produksi tambang batu bara di Kaltim mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun serta Kaltim berkontribusi hampir 48 persen dari total produksi batu bara nasional.

Maka menjadi hal yang miris ditengah SDAE yang melimpah justru tidak berkolerasi dengan kesejahteraan masyarakatnya. Apalagi terkait pengangguran dan kemiskinan di Kaltim, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2024 sebesar 5,14 persen sementara tingkat kemiskinan pada Maret 2024 sebesar 5,78 persen. Dan menurut data BPS 2023 Kukar merupakan daerah termiskin di wilayah Kaltim dengan jumlah penduduk miskin mencapai angka 60,86 ribu jiwa.

Tentunya hal tersebut menjadi kontradiktif dimana persoalan kemiskinan dan pengangguran justru berada di tengah wilayah SDAE yang melimpah. Namun tidak demikian halnya dengan sekuler kapitalisme, dimana sistem ini meniscayakan hal tersebut nyata adanya. 

Sistem sekuler kapitalisme yang menempatkan agama tidak boleh ikut campur dalam mengatur kehidupan, ditambah paradigma ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan yang seluas-luasnya, sehingga siapapun boleh memiliki dan menguasai apapun termasuk harta kekayaan negeri yang berlimpah termasuk SDAE. Maka tidak heran kemudian meski berada di wilayah yang kaya akan SDAE namun tidak serta merta menjadikan penduduk wilayah Kukar terbebas dari kemiskinan serta pengangguran.

Atas nama kebebasan kepemilikan tata kelola SDAE dengan sistem ekonomi kapitalisme menjadikan sumber-sumber kekayaan alam hanya dinikmati oleh segelintir orang saja yakni para kapitalis oligarki. Dengan uang yang mereka milik,i mereka mampu menguasai SDAE yang ada. Bahkan mampu menguasai dari hilir hingga ke hulu. Dan mirisnya lagi atas nama investasi mereka jugalah yang menentukan para pekerja yang dibutuhkan sesuai dengan keinginan mereka dengan membawa para pekerja dari negeri asal sang investor. Jadilah putra daerah gigit jari kalau pun diberi pekerjaan hanya sebatas tenaga operasional seperti, mekanik, teknik, satpam dan lainnya yang statusnya adalah buruh bagi para kapitalis oligarki. 

Maka menjadi hal yang mustahil upaya  pemerintah dengan program pelatihan tersebut dapat mengetaskan pengangguran serta kemiskinan karena bukan realisasi pekerjaan. Apalagi cengkraman kapitalis oligarki dalam memonopoli kebijakan pemerintah karena hutang demokrasi yang berbiaya mahal. Maka bisa dipastikan pengentasan kemiskinan dan pengangguran hanya sebatas wacana belaka.

Nyatalah pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran apalagi jika hanya mengandalkan program Kukar Siap Kerja. Karena sejatinya kemiskinan dan pengangguran membutuhkan solusi komprehensif yang sistemik bukan sekedar solusi parsial.

Maka jika berkaca kepengurusan Islam dalam bernegara, tentu akan kita temukan solusi tuntas atas kemiskinan dan pengangguran yang menjadi momok di sistem sekuler kapitalisme ini. Dalam sistem Islam yakni Khilafah, negara berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dewasa, sebagaimana wajibnya seorang laki-laki bekerja atau mencari nafkah, sebagaimana firman Allah SWT, "....Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf". (TQS. Al-Baqarah ayat 233). Dan dalam hadist Rosulullah Saw, "Sesungguhnya tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar)". (HR. Bukhari).

Kepemimpinan dalam Islam yakni Khalifah, memastikan syariat Islam terealisasi ditengah-tengah masyarakat termasuk kewajiban laki-laki bekerja, maka negara memiliki mekanisme dalam memastikan setiap individu laki-laki memiliki pekerjaan, bisa melalui pelatihan dan menyalurkannya mendapat pekerjaan, tentu dibarengi dengan mensupport sektor industri, pertanian, peternakan, pendidikan, kesehatan bahkan aparatur negara yang mampu menyerap tenaga kerja yang signifikan, atau dengan memberikan modal bagi yang ingin berusaha seperti berdagang, bertani, nelayan dan lain sebagainya. 

Tidak ada kebebasan kepemilikan dalam Islam. Konsep kepemilikan dalam Islam terbagi menjadi tiga ketegori yakni kepemilikan individu, umum dan negara. Dan dengan konsep ini mampu membuat masyarakat tercukupi kebutuhannya dan sejahtera. Karena dengan konsep diatas SDAE merupakan milik umat/rakyat sebagaimana hadits Rasulullah Saw, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api". (HR. Abu Daud dan Ahmad). Sehingga wajib bagi negara yang mengelolanya dan hasilnya dikembalikan peruntukannya bagi kemaslahatan/kesejahteraan rakyat. Haram hukumnya SDAE yang berdeposit berlimpah diserahkan dan dikelola oleh individu atau kelompok/korporat.

Islam menjamin kebutuhan pokok individu rakyatnya yakni sandang, pangan dan papan serta kebutuhan pokok komunalnya yakni kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dalam Islam lingkungan masyarakatnya merupakan lingkungan yang saling peduli sehingga ketika ada tetangga, saudara atau kerabatnya yang mengalami kesulitan atau kelaparan maka yang lain berkewajiban membantu,  sebagaimana hadits Rasulullah Saw, "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya". (HR. At-Thabrani).

Dengan penerapan Islam secara komprehensif dalam bernegara sungguh manusia akan menemukan kemuliaan dan kebaikan dalam kehidupannya. Maka sudah saatnya kaum muslim menyadari dan memperjuangkan Islam untuk kembali menjadi aturan kehidupan bernegara sehingga rahmatan lil alamin niscaya menerangi seluruh penjuru dunia. Wallahu a'lam bishowab
Bagikan:
KOMENTAR