Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat).
Hujan deras yang mengguyur Kota Balikpapan sejak Jumat (7/3/2025) dini hari menyebabkan banjir di sejumlah wilayah, tanah longsor, serta pohon tumbang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Balikpapan mencatat sedikitnya 9 titik banjir di berbagai titik pemukiman dengan ketinggian air mencapai 140 cm
Banjir kali ini berdampak luas, dengan banyak rumah warga yang terendam dan perabotan yang tak bisa diselamatkan. Selain merugikan masyarakat Kota Balikpapan, genangan air juga menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan utama dan menghambat aktivitas warga.
Menanggapi kondisi ini, Anggota Komisi III DPRD Kota Balikpapan, H. La Isa Hamisah, menyoroti masalah drainase yang dinilainya masih belum optimal dalam mengatasi curah hujan tinggi. Ia menambahkan bahwa banyak saluran air yang tersumbat karena ketidakmampuan drainase menampung volume air hujan.
Faktor lain yang turut memperburuk situasi adalah kebiasaan sebagian masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, sehingga memperparah penyumbatan drainase. Selain masalah drainase, La Isa Hamisah juga menyoroti kondisi tanah di Balikpapan yang cenderung mengalami penurunan, sehingga lebih mudah tergenang air. Ia menekankan, pentingnya penambahan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai salah satu solusi jangka panjang dalam mengatasi banjir.
(https://kaltim.tribunnews.com/2025/03/07/update-banjir-di-balikpapan-hari-ini-bpbd-catat-9-titik-pemukiman-tergenang).
Penyebab banjir di Balikpapan begitu kompleks, tentunya semua itu benar namun pada faktanya penyebab utama atau akar masalahnya adalah diterapkan sistem kehidupan Kapitalisme liberal. Lahan resapan air berkurang akibat pembangunan dan ekploitasi keserakahan manusia. Ketidakseimbangan alam dan tata ruang hidup.
Kondisi banjir tidak hanya terjadi di Balikpapan, terjadi juga daerah lain. Kondisinya semakin ke sini semakin luas dan tingkat ketinggian yang lebih, ada apa? Padahal pemerintah sudah melakukan usaha namun masih dalam tataran teknis luar sedangkan penyebabnya dibiarkan.
Kerusakan yang terjadi akibat banjir pada dasarnya merupakan ulah tangan manusia. Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini terbukti melahirkan manusia yang serakah dalam mengelola lahan dan mengantarkan berbagai kerusakan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ruum :41
كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم
بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini membuat hujan tidak lagi menjadi berkah, namun menjadi musibah. Pembangunan yang jor-joran tanpa memperhatikan lagi aspek pembangunan yang baik. Akhirnya karena salah pengelolaan dan pengaturan membuat hujan yang sesaat saja bisa menyebabkan banjir, melihat kondisi seperti ini maka sudah menjadi kewajiban penguasa untuk mengatasinya dengan segera karena mengganggu masyarakat dalam kegiatan hariannya dan mengancam nyawa.
Sudah seharusnya negara beralih kepada sistem Islam, karena Islam memiliki seperangkat aturan yang aturan tersebut jika diterapkan akan menghasilkan kebaikan demi kebaikan. Sistem Islam akan mampu mengatasi banjir yang terus berulang.
Sistem kapitalisme yang diterapkan membuat banjir terus berulang dan tanpa solusi, tentu ini masalah sistemik yang harus segera diselesaikan dengan tuntas. Butuh perubahan sistem untuk mengakhiri banjir dan sistem yang mampu mengatasinya hanyalah dengan diterapkannya sistem Islam.
Sejatinya banjir yang rutin terjadi bukan saja karena luapan sungai pasang tetapi juga karena tata kelola yang buruk. Maka untuk mengatasi banjir tersebut sistem Islam akan membangun dengan tata kelola yang baik. Kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan ,glester, rob dll, maka negara akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Salah satu contoh, bendungan yang dibangun pada masa khilafah dan masih digunakan sampai saat ini adalah bendungan Mizan yang berada di provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan.
Negara juga akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat dari rob atau kapasitas serapan yang minim. Selanjutnya Khalifah akam melarang masyarakat membangun pemukiman-pemukiman di wilayah tersebut dan jika ada dana yang cukup negara akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya.
Negara juga akan menjaga kelestarian lingkungan dengan mencegah penebangan liar atau pembalakan secara besar-besaran, karena memahami bahwa hutan adalah satu kepemilikan umum dan wajib dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak akan sembarangan memberikan izin dalam penebangan dan penjualan hutan karena secara syar'i kepemilikan umum tidak bisa berpindah menjadi kepemilikan pribadi. Islam sangat tegas melarang eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam secara serampangan.
Adapun daerah yang awalnya aman dari banjir dan genangan tetapi karena faktor penurunan tanah sehingga terkena banjir dan genangan, maka negara akan semaksimal mungkin mengatasi genangan tersebut, jika tidak memungkinkan maka masyarakat akan dievakuasi ke daerah yang aman banjir dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi. Negara akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Negara juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.
Negara juga dengan ketat akan menguasai kebersihan sungai dan kanal dengan memberikan sanksi bagi siapa saja yang mencemari sungai, kanal dan danau. Negara juga akan membangun sumur resapan yang bisa digunakan sebagai tempat cadangan air saat musim kemarau.
Dalam pembangunan pemukiman baru negara akan membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.
Penguasa dalam sistem Islam akan memastikan bahwa pembangunan benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat. Maka solusi untuk mengatasi banjir yang melanda, hanyalah dengan diterapkan sistem Islam yang sesuai dengan fitrah manusia sistem yang aturannya datang langsung dari Allah subhanahu wa ta'ala. Wallahua'lam