Gaza Masih Bergejolak-Sementara Penguasa Kaum Muslim Sibuk Menunggangi "Kuda Mati"


author photo

21 Nov 2025 - 13.00 WIB



(Oleh: Juliana Najma, Pegiat Literasi)

Gencatan senjata harusnya menjadi momen untuk menarik nafas lega. Khususnya bagi penduduk Gaza yang selama ini dihujani peluru dan serangan rudal. Serta bagi seluruh dunia yang telah muak melihat sikap zionis Yahudi —laknat Allah bagi Israel yang keji dan biadab.

Sejak Gaza menjadi ladang pembantaian terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Tercatat Israel telah menjatuhkan sebanyak 200 ribu ton bom yang mengakibatkan lebih dari 67 ribu penduduk Gaza terbunuh. Sementara ribuan lainnya syahid tertimbun reruntuhan dan di eksekusi mati oleh zionis Yahudi.

Alih-alih mendapatkan kedamaian. Sampai detik ini justru Gaza masih berjuang di titik kritis —sesaat setelah gencatan senjata di berlakukan. Langit Gaza menyala di malam hari, akibat peluru dan bom yang menampilkan satu lagi "perjanjian damai” yang tak pernah sungguh-sungguh dipegang oleh pihak Israel.

Mengutip dari Anadolu Agency, satu bulan setelah deklarasi gencatan senjata pada 10 Oktober 2025, di Jalur Gaza, suara ledakan masih terdengar hampir setiap hari. Menurut data dari Kantor Media Pemerintah di Gaza, Israel tercatat telah melanggar kesepakatan sebanyak 282 kali —hanya dalam periode 10 Oktober hingga 10 November.

Pelanggaran tersebut mencakup 124 kali pengeboman, 88 kali penembakan terhadap warga sipil, 12 kali penyerbuan ke permukiman, dan 52 kali penghancuran properti warga. Selain itu, 23 warga Palestina juga ditahan selama periode tersebut.

Zionis si pengkhianat ulung kembali diberi panggung untuk melancarkan ambisi gilanya. Tak ada lembaga internasional yang bisa menghentikannya. Bahkan pemimpin-pemimpin negeri kaum Muslim pun tak berdaya. Mereka hanya bisa mengecam sambil membacakan pidato diplomatik "keputusasaan", setelah itu kembali membisu seolah tidak terjadi apa-apa.

Gaza —salah satu tanah suci bagi kaum Muslim kembali sepi dari pemberitaan. Kabarnya hanya terdengar dilingkaran aktivis kemanusiaan dan segelintir kaum Muslim yang benar-benar menginginkan kemerdekaan hakiki untuk Gaza —untuk masjidil Aqsa. Tanah suci sekaligus kiblat pertama bagi kaum Muslim.

Penderitaan masih menyelimuti penduduk Gaza. Gaza bertahan sendirian di tengah puing-puing bangunan rumah yang telah rata dengan tanah —selama dua tahun serangan Israel telah mengakibatkan 90 persen bangunan serta pemukiman hancur. 

Penduduk Gaza dipaksa bertahan seadanya di tengah hujan dan angin dingin yang disertai banjir —saat ini Gaza sudah memasuki musim dingin. Sebanyak 288 ribu keluarga sedang berjuang dari badai dan cuaca ekstrem di bawah tenda usang. Sementara logistik bantuan makanan dan obat-obatan diblokade di wilayah perbatasan. Bahkan blokade terus terjadi setelah Israel menyepakati perjanjian damai dan gencatan senjata. Akibatnya 90 persen dari 2,1 juta penduduk Gaza mengalami pelaparan sistemik dan gizi buruk yang mengancam jiwa mereka.

Tidak ada penguasa kaum Muslim yang berani melakukan perlawanan —apple to apple terhadap kebengisan Israel. Bahkan mereka tidak mampu untuk sekadar memastikan bahwa logistik bantuan benar-benar telah diterima oleh penduduk Gaza yang dikepung penindasan. Gaza dibiarkan dalam pelaparan sistemik dan segala tindak kejahatan atas kemanusiaan.

Sementara dunia menyaksikan jeda dalam pertempuran, Israel memanfaatkan kelengahan ini. Bagi Israel gencatan senjata adalah manuver yang direncanakan dengan hati-hati untuk mengatur ulang strategi, di bawah jaminan keamanan dan perlindungan Amerika Serikat (AS) gencatan senjata hanyalah jeda dimana peluru-peluru sedang diisi kembali. Israel sedang menunggu momen yang tepat untuk menyerang lagi.

Bagi penduduk di Gaza, hasilnya tetap sama —gencatan senjata atau tidak. Bom terus dijatuhkan, eksekusi tetap berlanjut, serangan peluru lebih presisi, jurnalis tetap menjadi target, tubuh-tubuh tetap bertumpuk, rumah tetap lenyap, dan penderitaan terus mendalam.

Namun di balik semua itu, satu hal menjadi jelas: Israel bukan lagi urusan internal Israel. Ia telah menjadi panggung simbolik tempat ideologi global saling menguji kekuatan. Di tengah konstelasi politik ini para penguasa kaum muslimin justru diam tidak berkutik, seolah sedang memberi restu atas misi busuk zionis Yahudi untuk mendirikan negara Israel Raya di atas tanah kaum Muslim —Palestina.

Israel bukanlah pihak yang bisa dipercaya, dunia harus melihat ketimpangan dalam perjanjian yang selalu dirancang untuk menjerat, bukan mendamaikan. "Gencatan senjata” terdengar seperti perwujudan doa untuk kedamaian di Gaza yang selalu dipatahkan sebelum selesai diucapkan. Setiap rudal yang jatuh selama masa jeda menambah bukti baru dari kemunafikan Israel di mata publik global.

Maka bagi mereka yang masih termakan dengan ilusi ‘Solusi Dua Negara’, ayo belajar lagi tentang sejarah luka Palestina yang tidak kunjung sembuh. Karena Israel tidak sedang menawarkan perdamaian, melainkan sedang menyusun skenario pengendalian persepsi umat Islam dunia. 


Penguasa Kaum Muslim Sibuk Menunggangi "Kuda Mati"

Mengutip dari Media Nusantara, teori "Kuda Mati" adalah sebuah metafora satir yang menggambarkan bagaimana beberapa orang, lembaga, atau bahkan suatu bangsa ketika menghadapi masalah yang sudah jelas, tetapi mereka justru bersikap seolah-olah masalah itu tidak ada atau tidak dipahami.

Alih-alih turun dan meninggalkan "kuda mati" yang sedang mereka tunggangi, para penguasa kaum Muslim justru sibuk membeli pelana baru untuk kuda mati tersebut, memberinya makan dengan harapan ia akan kembali hidup sampai membentuk tim dan komite khusus untuk meneliti "kuda mati" tersebut dari berbagai aspek. 

Teori ini sedang mengajarkan kita bagaimana banyak orang lebih memilih untuk hidup dalam penyangkalan, membuang waktu dan tenaga dalam usaha yang sia-sia, daripada menerima kenyataan dan segera mencari solusi yang tepat sejak awal.

Dalam kondisi politik umat Islam saat ini —Banyak negara, pemimpin, dan umat Muslim sendiri menghadapi sistem yang gagal dan tidak efektif. Tetapi alih-alih mengakui masalahnya dan mencari solusi yang mendasar, mereka justru terus mempertahankan sistem tersebut dengan berbagai cara yang sia-sia.

Sebagian orang, termasuk di negeri ini, masih berharap pada sistem kapitalisme-sekuler dengan subsistem demokrasinya untuk membawa perubahan. Namun, fakta menunjukkan bahwa sistem sekuler inilah yang justru menjadi sumber masalah. Sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, hukum-hukum Allah tidak diterapkan dalam politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, peradilan dsb. Di sisi lain, sistem demokrasi memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat hukum sendiri yang sarat dengan berbagai kelemahan dan kekurangan.

Misalnya kebergantungan negeri-negeri Islam terhadap organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menyelesaikan persoalan Palestina. Padahal PBB sudah terbukti berkali-kali gagal melindungi hak-hak umat Islam namun banyak pemimpin muslim justru terus: menghadiri sidang PBB dan mengajukan resolusi baru yang tidak akan pernah dipatuhi serta meminta mediasi negara-negara yang sejatinya justru mendukung penjajah. Hasilnya? Perubahan yang diharapkan tidak kunjung terjadi.

Islam Solusinya Hakiki yang Membebaskan Gaza Seutuhnya 

Sampai kapan umat Islam terus mempertahankan sistem kapitalis-sekuler, demokrasi palsu, dan ketergantungan pada Barat? Kebersediaan itu sama saja seperti menunggangi “kuda mati” yang tidak akan membawa kita ke mana-mana. Sudah saatnya kita turun dan mencari kendaraan baru —yaitu sistem Islam yang sesungguhnya. Sudah saatnya kaum muslimin berhenti mengikuti solusi yang salah dan berani memilih jalan perubahan yang benar, yaitu kembali kepada Islam.

Sebagaimana firman Allah SWT:
“Barangsiapa mencari selain Islam sebagai sistem hidup, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi" (TQS. Ali Imran: 85).

Di dalam sistem Islam penjajahan atas kaum kafir yang menduduki suatu negeri kaum Muslim hukumnya wajib diperangi. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Sebagaimana firman-Nya : "Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian" (TQS Al-Baqarah : 191).

Sayangnya, perintah Allah SWT yang mulia ini justru dicampakkan oleh para penguasa Muslim saat ini. Sebagian dari mereka malah mengulurkan tangan untuk membuka hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Bahkan di tengah genosida terhadap penduduk Gaza, mereka menyokong militer zionis dengan tetap membuka hubungan dagang dengan mereka.

Dalam hal ini kaum Muslim harus tegas terhadap para penguasa mereka. Bukan malah condong dan merasa puas dengan kepemimpinan para penguasa yang sibuk menunggangi "kuda mati" tadi. Kaum Muslim wajib melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap para penguasa mereka dalam persoalan ini. Sebagaimana firman Allah SWT: "janganlah kalian condong kepada orang-orang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh api neraka (TQS. Hud :113)

Palestina harus dibebaskan seutuhnya. Satu-satunya jalan keluar yang sahih dan tepat hanyalah jihad fi Sabilillah di bawah kepemimpinan Islam global yang menyatukan seluruh umat Islam. Imam Al-Mawardi (dalam Al-Mawardi, Al-Ahkaam as-Sulthaaniyyah, hlm.27), menyebut bahwa termasuk dari kewajiban atas kepemimpinan Islam global: menjaga benteng umat, membela kehormatan kaum muslimin, dan berjihad melawan musuh. 

Sejarah mencatat Kepemimpinan Islam global tersebut telah terbukti sukses memimpin peradaban dunia selama 13 abad lamanya —dan selama itu pula terwujud keadilan, kesejahteraan, dan keamanan bagi setiap jiwa. Fakta historis ini menjadi pengingat bahwa perubahan besar terjadi ketika ada pemimpin yang siap menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara. Pertanyaannya apakah kita akan terus menunggangi "kuda mati" itu atau siap turun dan meninggalkannya untuk beralih pada sistem Islam? Pilihan ada di tangan kita.

Wallahu a'lam bishshawab
Bagikan:
KOMENTAR