Oleh : Ayu Putri Wandani (Aktivis Muslimah)
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Paser kembali menggelar razia di warung remang-remang di kawasan Gunung Rambutan, Kecamatan Kuaro. Dalam operasi terbaru, petugas berhasil menyita 80 botol minuman keras (miras) dan mengamankan 20 Pemandu Lagu (PL) di warung remang-remang tersebut.
Kepala Satpol PP Paser menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pengawasan dan pembinaan rutin. Sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan kondusif. Mayoritas PL yang terjaring disebut berasal dari luar daerah. Selain miras ilegal, beberapa warung juga didapati memiliki fasilitas karaoke dan kamar-kamar yang berpotensi disalahgunakan. Pihak Satpol PP menegaskan akan memanggil pemilik warung untuk dimintai keterangan dan menindaklanjutinya sesuai Peraturan Daerah (Perda). (Seputarfakta, 14/10/2025)
Adanya warung remang-remang di Paser bukan menjadi hal yang baru, bahkan sudah bertahun-tahun aktivitas tersebut tetap berjalan. Keberadaannya secara terang-terangan menunjukkan aktivitas kemaksiatan. Adanya razia rutin dan himbauan nyatanya tidak memberikan dampak jera. Ini semakin membuktikan adanya ketidakseriusan dalam menghilangkan aktivitas ini. Penjualan miras dan prostitusi merupakan kemaksiatan sehingga razia dan penertiban harus diikuti sanksi tegas dan konsisten.
Sistem kapitalis saat ini lebih melihat untung dan rugi. Artinya jika aktivitas maksiat tersebut berizin dan legal tidak masalah. Warung remang-remang yang ilegal juga tetap beroperasi meski resikonya dirazia. Karena merupakan bisnis yang menguntungkan dari penjualan miras yang haram dan jasa PL sampai prostitusi. Ini mencerminkan bagaimana ekonomi gelap (termasuk kemaksiatan) dapat berkembang subur ketika didukung oleh sistem kapitalis yang menjadikan untung rugi sebagai pendorong perbuatan dan hukum.
Islam memandang kemaksiatan sebagai racun merusak tatanan hidup individu dan masyarakat. Karena itu Islam mewajibkan negara untuk tidak hanya memberantas kemaksiatan yang sudah terjadi, tetapi juga menutup rapat-rapat celah kemaksiatan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Islam mengharamkan minuman keras (khamr) secara mutlak, sehingga keberadaannya di tengah-tengah masyarakat merupakan pelanggaran serius yang harus diberangus bukan sekedar diatur perizinannya.
Tempat usaha yang menyediakan fasilitas yang mendorong kemaksiatan seperti pergaulan bebas, asusila atau zina harus dilarang dan dibongkar karena melanggar aturan syariat. Sistem Islam pun akan memastikan hukum yang berkaitan dengan kemaksiatan berjalan sesuai dengan ketentuan syariat sehingga akan menutup aktivitas kemaksiatan itu hadir dan mempengaruhi masyarakat.
Hukum Islam bersifat jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pencegah). Islam mempunyai mekanisme dalam memberantas kemaksiatan yang berupa miras, dengan mekanisme yang menyeluruh dan tegas. Dalam hal ini, sistem pemerintahan Islam yang menerapkan aturan Islam secara kaffah akan melarang total peredaran miras dan memberikan hukuman yang tegas. Pelarangan ini tidak mengenal batas kadar dan jenis. Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Ma'idah: 90).
Dengan pelarangan mutlak ini, Islam melarang segala bentuk produksi, distribusi, penjualan, dan konsumsi miras. Bagi peminum khamr yang tertangkap dan terbukti, negara harus menerapkan sanksi hadd (hukuman cambuk). Praktik ini pernah diterapkan pada masa Khulafaur Rasyidin, yaitu 40 hingga 80 kali cambuk bagi peminum khamr.
Aktivitas pelacuran (zina/asusila) yang sering terjadi di warung remang-remang dikatagorikan sebagai perbuatan zina atau mendekati zina. Maka tempat-tempat tersebut dilarang di dalam Islam. Islam tegas menutup celah yang mengarah kepada perzinahan, termasuk melarang campur baur (ikhtilath) antara pria dan wanita yang bukan mahram di tempat umum. Serta melarang fasilitas yang mendorong aktivitas terlarang (khalwat), seperti kamar tertutup di warung remang-remang.
Bagi pelaku zina yang terbukti secara syar’i, maka Islam akan menetapkan sanksi yakni dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah (ghairu muhshan) dan dirajam sampai meninggal bagi pezina yang sudah menikah. Allah Ta’ala berfirman :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera." (QS. An-Nur: 2).
Demikianlah sistem Islam mampu memberantas kemaksiatan sampai ke akarnya. Karena hukum-hukumnya yang tegas tanpa memandang bulu bersifat jawabir (penebus dosa bagi pelaku) dan jawazir yakni mencegah bagi yang belum melakukannya. Bukan sekedar merazia secara rutin. Penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) oleh negara adalah solusi yang diyakini dapat mengakhiri masalah miras serta fenomena warung remang-remang yang terjadi di Paser dan daerah lainnya.
Wallahua’lam bishawab