Oleh : Evi Fitriani, S. Pd (Pemerhati Remaja)
Tercatat pada Jumat, 31 Oktober 2025, Asrama Putra Dayah (pesantren) Babul Maghfirah di Aceh Besar terbakar, diperkirakan kerugian mencapai 2 miliyar. Dugaan kuat diakibatkan karena pelaku kerap mendapatkan perilaku yang tidak mengenakan dari teman asramanya. Karena pelaku kesal, akhirnya pelaku membakar salah satu gedung pondok pesantren guna membakar barang-barang milik teman-temannya yang sering mengganggunya.
Sementara itu, terjadi juga kasus ledakan bom di SMAN 72 Jakarta pada 27 Oktober lalu. Info terakhir menyebutkan bahwa pelaku ternyata membawa tujuh buah bom. Dua di antaranya meledak di lokasi masjid yang sedang melaksanakan salat jumat hingga melukai 96 siswa. Dua lagi meledak di Taman baca dan Bank Sampah, serta sisanya tidak meledak. Terduga pelaku diketahui sering menjadi korban bullying teman-temannya. Pelaku sering menyendiri dan senang mengambar sesuatu yang berbau ekstremisme dan menyukai video perang. Ternyata ia terinspirasi untuk membalas dendam hingga belajar merakit bom dari platform media social.
Miris, kasus bullying ini bukanlah perkara yang sepele, karena jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan tidaklah kecil, justru berdampak besar jika terus dibiarkan tanpa adanya penanganan khusus. Dampak yang diakibatkan sangatlah beragam, dari materi bahkan nyawa pun melayang. Maraknya kasusnya ini tidak hanya menimpa sekolah umum namun sekolah yang notabene berbasis keagamaan pun tak luput darinya, sehingga kemudian menimbulkan pertanyaan ada apakah dengan pendidikan kita saat ini? Mengapa kondisi sistem pendidikan saat ini justru semakin kacau?
Kasus bullying saat ini semakin menambah daftar panjang kasus-kasus yang dialami oleh generasi saat ini. Jika kita telisik lebih dalam faktor penyebab kasus ini sangatlah kompleks dan beragam, yaitu di antaranya faktor psiokologis, emosional, keluarga, lingkungan, dan sosial media. Rasa ingin berkuasa dan mengendalikan yang ada pada pelaku bullying, yaitu ingin merasa lebih kuat atau meningkatkan status sosial pelaku dengan menindas orang lain, hingga kurangnya empati pada diri pelaku yang tidak memahami atau tidak peduli dengan dampak emosional perilaku pelaku terhadap korban. Ditambah lagi dengan kondisi sosial lingkungan yang rusak mulai dari lingkungan keluarga yang tidak sehat, pengaruh teman sebayanya, hingga sosial media yang juga gencar memengaruhi dan membentuk pola perilaku bullying pada remaja. Tentu ini menggambarkan bagaimana seriusnya kasus ini.
Maka hal ini tak lepas dari pahan sekulerisme yang dianut negeri ini, yang menjadi penyebabnya. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan generasi saat ini tidak lagi memperhatikan aspek agama dan nilai-nilai moral. Jauhnya mereka dari agama berujung pada hilangnya jati diri mereka sebagai hambanya Allah.
Dalam sistem sekulerisme kapitalis, Pendidikan agama hanya dijadikan sebagai pelengkap bukan elemen integral dalam pembentukan karakter generasi. Tujuan Pendidikan saat ini hanya berfokus pada materialistis atau duniawi saja. Hingga fokus utamanya kesuksesan duniawi. Hal ini juga menumbuhkan sikap individualis dan kurangnya kepekaan terhadap penderitaan orang lain, yang secara tidak langsung menyuburkan lingkungan dimana bullying bisa berkembang.
Sistem Pendidikan hari ini, gagal membentuk karakter pada diri remaja. Kurikulum pendidikan saat ini hanya fokus pada aspek akademik tanpa memastikan nilai-nilai spiritual yang mendalam sehingga gagal melahirkan generasi yang sholih dan berempati. Ditambah kurangnya kontrol dari masyarakat yang harusnya peduli terhadap perilaku bullying.
Dalam pandangan Islam, hal ini saling berkesinambungan dalam hal penyelesaikannya. Jika kita lihat dengan kacamata Islam, Islam adalah rahmatan lil alamin, dan segala permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dalam Islam.
Realitas generasi saat ini sejatinya tidak menggambarkan kondisi generasi umat Islam hakiki, karena sejatinya umat Islam adalah umat terbaik, seperti dalam firman Allah, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlul kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik” (QS. Ali Imron ayat 110).
Islam juga menegaskan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS Al-Hujurat ayat 11). Maka sebagaimana dalil di atas, perilaku bullying jelas bertentangan dengan syariatnya Allah.
Dengan demikian Islam punya solusi atas permasalahan tersebut, yaitu; pertama, keluarga sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anak. Keluarga yang sholih akan memastikan tauhid, akhlak dan adab dalam diri anak-anak. Bahkan orangtua menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya. Kedua, lingkungan sekolah, tujuan utama pendidikan sekolah dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam yang taat dan berakhlak mulia yang lahir dari menerapkan kurikulum Islam. Sekolah memiliki peranan yang sangat penting, maka sekolah bukan hanya fokus kepada dunia saja, namun sekolah melahirkan generasi yang memiliki kecintaan kepada Allah. Ketiga, peran negara, wajib bagi negara melindungi anak dengan penegakan hukum syariah, sehingga akan menjaga jiwa anak dari segala bentuk kezhaliman.
Bahkan peradaban Islam telah membuktikan bahwa generasi umat Islam menjadi generasi yang terbaik dalam segala hal. Generasi pada saat itu unggul dalam hal akhlak dan moralnya hingga ilmu pengetahuannya dan aspek-aspek kemajuan materialnya. Generasi saat itu tumbuh menjadi generasi yang kokoh keimanannya dan memiliki rasa takut kepada Allah. Hal ini karena mereka hidup dalam sistem Islam yaitu Khilafah yang menerapkan aturan-aturan Islam dalam kehidupan. Wallahu alam bishawab.