Oleh : Purwanti Rahayu
Fasilitas fiskal potongan pajak super atau super tax deduction ditawarkan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) bagi pelaku usaha yang memberikan sumbangan ataupun membangun fasilitas sosial dan umum di ibu kota baru.
Potongan pajak super itu bisa mencapai 200%. Insentif ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 28 Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di IKN.
Kebijakan tersebut dirancang untuk memberikan pengurangan pajak signifikan sekaligus mendorong keterlibatan sektor swasta dalam percepatan pembangunan Nusantara.
Direktur Pendanaan OIKN, Insyafiah, menjelaskan bahwa fasilitas super tax deduction merupakan bentuk fasilitas dari pemerintah yang memberikan manfaat fiskal langsung bagi perusahaan yang melakukan investasi di IKN.
*Investasi dalam Kapitalisme*
Investor di Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa mendapat diskon pajak besar hingga 200%, jika membangun fasilitas umum/sosial, berupa pengurangan penghasilan bruto hingga dua kali lipat dari nilai investasinya, selain ada tax holiday hingga 30 tahun dan fasilitas PPh ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja, serta bebas PPN/PPnBM, untuk menarik investasi dan mempercepat pembangunan IKN, melalui skema "Sumbangan Strategis".
Jika dilihat fakta yang ada, pembangunan IKN jelas berpihak kepada pemilik modal. Dimana segala upaya dilakukan dalam rangka menarik investor termasuk memberikan potongan pajak 200% untuk percepatan pembangunan IKN. Di sisi lain, masyarakat malah dibebani pajak di semua lini.
Dalam sistem kapitalisme, pemilik modal (kapitalis) diberikan kebebasan yang luas untuk menginvestasikan uang, mengelola bisnis, dan mencari keuntungan, dengan intervensi pemerintah yang relatif minim terhadap operasional inti mereka. Sedangkan masyarakat dibebani pajak yang seringkali merujuk pada kebijakan. Dimana beban pajak secara proporsional lebih besar diletakkan pada masyarakat umum atau pekerja (melalui pajak konsumsi, pajak penghasilan personal, dll.), sementara pemilik modal atau korporasi mungkin menikmati celah pajak, insentif, atau tarif pajak yang lebih rendah.
Kenyataan ini semakin jelas memperlihatkan bahwa pembangunan IKN untuk para pemilik modal saja, ditambah lagi yang dibangun adalah fasilitas umum yang seyogyanya milik umat seharusnya dibiayai oleh negara bukan para investor. Ini menunjukkan gagalnya negara dalam mengurusi rakyatnya.
*Investasi dalam Islam*
Pembangunan ibu kota merupakan proyek strategis pemerintah dengan visi jangka panjang, namun pelaksanaannya menghadapi beragam tantangan dan kontroversi. Seharusnya membukakan mata kita bagaimana pandangan ini dalam Islam.
Hukum investasi dalam Islam adalah diperbolehkan (mubah) bahkan dianjurkan untuk mempersiapkan masa depan, selama memenuhi prinsip syariah, yaitu bebas dari riba (bunga), gharar (ketidakjelasan/spekulasi berlebihan), dan maysir (judi), objek dan akadnya jelas serta halal.
Investasi syariah didasarkan pada nilai-nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial, menggunakan akad seperti mudharabah dan musyarakah (bagi hasil), serta menganjurkan investasi pada sektor yang bermanfaat dan menghindari bisnis haram (narkoba, judi, dll.).
Dengan landasan utama dari Al-Qur'an (seperti QS. Al-Hasyr: 18, Al-Baqarah: 261, Yusuf: 47-49) dan Sunnah, yang memerintahkan mencari karunia Allah dan mempersiapkan masa depan.
Teladan sikap penguasa khilafah dalam membangun ibu kota melibatkan prinsip-prinsip keadilan, pembangunan yang merata, fokus pada kesejahteraan rakyat, dan dukungan terhadap ilmu pengetahuan. Contoh paling menonjol terlihat dalam pembangunan Baghdad oleh Khalifah Al-Mansur dan kebijakan Umar bin Khattab dalam mendirikan kota-kota baru.
Kekhilafahan mampu membangun ibu kota secara mandiri dan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya (menyejahterakan) karena ditopang oleh sistem ekonomi yang kuat.
Keuangan negara memiliki pemasukan yang tetap seperti fai, kharaj, jizyah, zakat, dan yang lainnya. Bahkan, kepemilikan umum seperti tambang yang luas, perairan, harus dikelola negara. Hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan memenuhi segala kebutuhan rakyat sehingga rakyat merasakan kesejahteraan.
Secara keseluruhan, pembangunan ibu kota pada masa khilafah diteladani melalui pendekatan holistik yang menyeimbangkan antara pembangunan fisik, kesejahteraan sosial, dan kemajuan intelektual, semuanya didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam.
Wallahu'alam Bisshawab