Data Pribadi Bocor, Keamanan Negara Kendor


author photo

14 Jun 2021 - 09.24 WIB



Oleh : Kristi Widyastuti
(Pemerhati masalah sosial)

Publik kembali dihebohkan dengan isu bocornya data 279 juta penduduk Indonesia. Kali ini, data yang diklaim berasal dari 279 juta penduduk di Indonesia itu dijual di situs surface web Raid Forum. Situs tersebut dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau situs rahasia (deep web). 

Ratusan juta data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun "Kotz". Dalam keterangannya, Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat, dan gaji. Data itu termasuk data penduduk Indonesia yang telah meninggal dunia. Unggahan itu juga menyebutkan bahwa data tersebut bersumber dari BPJS Kesehatan. 

Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan atas dugaan kebocoran data tersebut. 

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai, perlindungan data pribadi di Indonesia belum disikapi secara serius berkaca dari kasus dugaan kebocoran data 279 juta warga negara Indonesia. Di sisi lain, kata Sahroni, kesadaran masyarakat terhadap keamanan pribadinya juga masih rendah. (https://nasional.kompas.com/read/2021/05/21/15115201/data-279-juta-wni-diduga-bocor-perlindungan-data-pribadi-dinilai-belum?page=all).

Tahun lalu, kasus kebocoran data menimpa situs e-commerce Bukalapak pada 2019, di mana 13 juta data pengguna beredar di internet. Kemudian, bocornya data 91 juta pengguna Tokopedia pada Mei 2020, data pasien Covid-19 yang konon berhasil dicuri peretas.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) adalah pihak yang kemudian dimintai pertanggungjawaban atas kebocoran data ini. Bahkan, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) melayangkan gugatan kepada Kementerian Kominfo atas kasus pencurian data pengguna yang menimpa Tokopedia.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Plate, mengatakan bahwa urusan keamanan siber, termasuk keamanan data digital, sejatinya adalah kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Johnny pun mengatakan bahwa fungsi pokok Kominfo berbeda dengan BSSN. Lingkup kewenangan Kementerian Kominfo adalah penerapan regulasi dan infrastruktur penunjang. Kendati demikian, Johnny memastikan bahwa Kementerian Kominfo akan selalu berkoordinasi dengan BSSN untuk monitoring pengelolaan data publik. Sebab, BSSN sendiri adalah hasil peleburan Lembaga Sandi Negara (Lemasneg) dan Direktur Keamanan Siber di Kementerian Kominfo (https://industri.kontan.co.id/news/menkominfo-keamanan-data-digital-tanggung-jawab-badan-siber-dan-sandi-negara).

Anggota DPR Komisi I Sukamta mendesak pemerintah segera menginvestigasi kasus dan mengambil langkah mitigasi agar data yang sudah terlanjur bocor distop dan dimusnahkan. Salah satu solusi yang ditawarkan DPR adalah pengesahan RUU perlindungan data pribadi (PDB). Dimana lembaga ini adalah lembaga independen tidak dibawah kementerian. 

Wakil ketua fraksi PKS ini mengingatkan bocornya data pribadi sudah sering terjadi, karena lemahnya sistem keamanan siber pemerintah (https://www.liputan6.com/news/read/4564457/pks-desak-pengesahan-ruu-pdb-cegah-kebocoran-data).

Kebocoran data pribadi adalah sangat berbahaya. Sebab, data-data tersebut dapat disalah gunakan. Apa akar masalahnya? Bagaimana Islam memandang masalah ini?

Kebingungan Politik
Kebocoran data pribadi yang terus berulang, bukti lemahnya perlindungan negara. Hal ini disebabkan negara ini tidak memiliki visi politik yang benar dalam melindungi rakyat. Negara ini terjebak dalam permainan global negara-negara kapitalis. Negara-negara kapitalis dengan tipu dayanya memformat dunia seolah aman dan tanpa batas. Padahal sejatinya, negara-negara kapitalis memiliki ambisi politik dan ekonomi terhadap negara-negara lain.

Sayangnya, negara ini masuk dalam perangkapnya. Sampai-sampai dengan percaya diri menyimpan data digital di luar wilayah negerinya. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan berdasarkan Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 pasal 2, yang menyebutkan untuk informasi dan transaksi elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. 

Artinya, penyimpanan data boleh ditempatkan di luar wilayah Indonesia seperti tercantum di Peraturan Pemerintah soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) Nomor 71 Tahun 2019 pada pasal 21 (https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191105204821-185-445885/kominfo-secara-teritori-simpan-data-tak-harus-di-indonesia).

Penyimpanan data di luar negeri jelas merupakan kelalaian negara dalam melindungi warganya. Keseriusan menciptakan sistem perlindungan data tidak cukup dengan UU baru (RUU PDB), yang membutuhkan pembentukan Lembaga baru (independent). Masalah kebocoran data ini bukan saja masalah teknis, melainkan masalah sistem mengelola negara yang bebas dari interpensi asing. Kita butuh perubahan cara pandang negara dalam melindungi keamanan rakyat (termasuk data pribadi).

Perlindungan Islam atas Warga Negara
Islam memandang pemimpin sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Pemimpin akan semaksimal mungkin mengerahkan kekuatannya untuk melindungi rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda: "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari).
Islam memiliki tuntunan yang jelas dalam melindungi rakyatnya. Hal ini tergambar dalam politik luar  negeri sistem pemerintahan Islam. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam bukunya Nizham Al-Islam menjelaskan bahwa setiap individu, partai politik, perkumpulan, jamaah (organisasi) tidak dibenarkan menjalin hubungan dengan negara asing manapun. Hubungan dengan negara asing hanya dilakukan oleh negara. 

Hubungan luar negeri dengan negara-negara lain dijalankan berdasarkan permusuhannya terhadap Islam. Negara-negara yang tidak memusuhi Islam dan menjalin hubungan diplomatik, diperlakukan sesuai isi perjanjian. 

Negara tidak akan menjalin hubungan luar negeri dengan negara penjajah seperti Inggris, Amerika dan Perancis, begitu pula dengan negara-negara yang memiliki ambisi pada negeri-negeri Islam, seperti Rusia. Negara menempuh berbagai tindakan kewaspadaan terhadap mereka dan tidak boleh membina hubungan diplomatik. Warga negara-negara tersebut dibolehkan memasuki negeri-negeri Islam, tetapi harus membawa paspor dan visa khusus bagi setiap individu untuk setiap kali perjalanan. 

Negara-negara yang sedang memerangi negeri Islam, seperti Israel, maka terhadap negara tersebut harus diberlakukan sikap dalam keadaan darurat perang, baik dalam gencatan senjata atau tidak. Dan seluruh penduduknya dilarang memasuki wilayah Islam.

Negara dalam sistem Islam dilarang keras mengadakan perjanjian militer dan sejenisnya atau yang terikat langsung dengan perjanjian tersebut, seperti perjanjian politik dan persetujuan penyewaan pangkalan serta lapangan terbang. Dibolehkan mengadakan perjanjian bertetangga baik, perjanjian dalam bidang ekonomi, perdagangan, keuangan, kebudayaan dan gencatan senjata.

Pengaturan tersebut memungkinkan negara tidak salah menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain, yang dapat mengancam keamanan rakyat maupun negara. 

Selain itu, penting bagi satu negara untuk melakukan berbagai inovasi teknologi, dalam rangka mencegah kebocoran data untuk kepentingan imperialisme digital. Di sinilah pentingnya menyiapkan dan mengelola SDM (Sumber Daya Manusia), melakukan manajemen teknologi hingga menjadi negara yang mandiri dan terdepan dalam penguasaan teknologi digital. 

Tentu dibutuhkan visi politik negara dalam menjalankan perannya menjawab tantangan teknologi. Jika berkaca pada masa Rasulullah, masa di mana bangsa Romawi menguasai teknologi perang, maka Rasulullah saw. pun mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi perang pada masanya.

Jika digitalisasi menjadi platform yang saat ini menjadi ajang "perang" dan manuver antar negara, maka negara Islam pun akan melakukan itu sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anfal: 60,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya."

Inilah mekanisme yang seharusnya ditempuh untuk mewujudkan keamanan data penduduk di tengah arus digital. Hanya dalam sistem Islam, rakyat terjaga jiwa, harta dan kehormatannya. Wallahu a'lam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR