KEMATIAN COVID: MALAPETAKA RAKYAT, SURGANYA PEJABAT


author photo

12 Sep 2021 - 18.56 WIB


OLEH: RIKA R WIJAYA (PEMERHATI POLITIK & SOSIAL)

Luka rakyat masih menganga, duka ditinggal keluarga masih mendera. Namun, kabar menyesakkan dada kembali singgah di pendengaran rakyat yang sampai saat masih berkutat dalam penderitaan yang seolah tiada habisnya. Kabar menyesakkan dada itu adalah tentang sejumlah pejabat yang menerima honor bernilai fantastis dari kematian pasien covid-19.

Jumlah honor yang diterima oleh masing-masing pejabat sebesar Rp 70.500.000. Besaran honor tersebut dihitung dari banyaknya kematian pasien Covid-19 dan diberikan atas dasar SK Bupati Nomor 188.45/107/1.12/2021 tertanggal 30 Maret 2021 tentang struktur tim pemakaman jenazah Covid-19. Untuk setiap pasien Covid-19 yang meninggal, mereka menerima honor Rp 100.000. (Kompas.com, 29/08/2021).

Dengan demikian, semakin besar angka kematian covid-19, maka honor yang mereka dapatkan akan semakin fantastis lagi.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mengkritisi pejabat pemerintah daerah yang mendapat honor pemakaman pasien Covid-19. Dia menyebut, pejabat yang mendapat honor tersebut masuk kategori moral hazard.

"Wah moral hazard, tidak tepat itu. Itu bisa-bisanya, bagaimana bisa itu menjadikan orang meninggal sebagai sumber pendapatan. Ini sesuatu yang harus diinvestigasi," katanya saat dihubungi merdeka.com, Jumat (27/9).
Disamping itu, klaim kerja keras atas pengurusan jenazah yang meninggal karena covid-19 pun dinyatakan. Mereka harus memastikan tidak ada jenazah yang terlantar dan monitoring yang mereka lakukan memakan waktu yang lama, dari malam hingga pagi di luar jam kerja.

Padahal, posisi mereka adalah sebagai Lembaga Negara yang memang harus melakukan monitoring dan evaluasi. Sebab, aktivitas itu bagian dari tugas mereka. Sehingga tidak pantas mereka mendapatkan honor atas monitoring dan evaluasi yang mereka lakukan. Meskipun setelah dilakukan penindakan, honor fantastis itu dikembalikan lagi ke kas pemerintah daerah.

Disaat rakyat terdampak pandemi dengan sulitnya ekonomi, menghadapi kematian dan menjadi pengangguran, kematian rakyat akibat pandemi ini justru dijadikan surga bagi para pejabat untuk mendapatkan keuntungan yang diklaim sebagai kerja keras. Astagfirullah
Dengan begitu, krisis multidimensi semakin menjadi-jadi. Termasuk krisis kepercayaan rakyat kepada para pejabat pemerintahan. Sebab, pemandangan semacam ini disaksikan sendiri oleh rakyat baik saat sebelum terjadinya pandemi dan diperparah saat kondisi pandemi hari ini.

Jika rakyat sudah tidak bisa percaya pada para pejabat pemerintahan, lalu kepada siapa rakyat bersandar? Dimana fakta ini seolah mengkonfirmasi lagi dan lagi bahwa para pejabat krisis empati terhadap rakyatnya. Mereka tertawa di atas penderitaan rakyat. Mereka merasa mengurusi rakyat padahal hakikatnya mereka hanya menambah kesusahan dan kesulitan yang tengah diderita rakyat. Sungguh miris.

Padahal Rasulullah saw. menggambarkan dalam sabdanya, “Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu, kamu menghormati mereka dan mereka pun menghormati kamu. Begitu pula sejelek-jelek pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu.” (HR Muslim).

Di dalam Islam, pejabat publik tidak sebagaimana pejabat publik yang ada di dalam sistem kehidupan hari ini. Mereka adalah orang-orang yang diangkat dengan komitmen melayani rakyat. Mereka bukan orang-orang yang berani berbuat curang dan mencari-cari celah keuntungan dari periayahan (pengurusan) mereka terhadap rakyat.

Sebab pada dasarnya mereka sudah mendapatkan gaji bulanan yang mencukupi kebutuhan hidup mereka. Mereka tidak perlu khawatir akan mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan yang harus ditanggung karena biaya-biaya itu sudah dijamin oleh negara yang menerapkan aturan Islam yang sempurna dan menyeluruh. 

Dengan demikian, pejabat di dalam Islam akan mendedikasikan dirinya secara totalitas untuk memberikan pelayanan terbaik untuk setiap rakyatnya tanpa pandang bulu. Sebab, jabatan yang mereka duduki hakikatnya adalah amanah yang wajib dtunaikan. Maka mereka bukan orang-orang yang akan mengklaim bahwa mereka telah bekerja keras dan meminta pemakluman ketika mendapatkan honor diluar gaji mereka.

Pejabat dalam Islam harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, fisik yang kuat dan sehat agar bisa melayani kebutuhan rakyat siang maupun malam sebagaimana yang dilakukan para pejabat yang membersamai Khalifah Umar bin al-Khaththab saat berkeliling malam hari memastikan seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi.

Kedua, empati dan belas kasih terhadap rakyat. Dia tidak kan mengeluarkan kebijakan yang menyusahkan kehidupan rakyat dan akan senantiasa menjadikan masalah rakyat adalah bagian masalahnya juga yang harus diselesaikan. 

Ketiga, siap diberhentikan dari tugasnya jika ia tidak becus menjalankannya serta bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah ia lakukan dengan mengakui dan menerima konsekuensi.

Ingatlah salah satu pesan Khalifah Umar yang harus dipahami oleh setiap pejabat publik, “Ketahuilah bahwa tidak ada suatu kebijaksanaan yang lebih dicintai oleh Allah kecuali kebijaksanaan seorang hakim dan kasih sayangnya kepada rakyat. Tidak ada suatu kebodohan yang lebih dibenci oleh Allah dari pada ketaktahuan dia dengan keadaan rakyatnya. Ketahuilah, orang yang membenci orang lain yang derajatnya sama, dia akan dibenci oleh orang yang derajatnya di bawah.” (Ad-Daulatu al-Islamiyatu fi ‘Ashri al-Khulafa’u ar-Rasyidin, h. 334.)

Sungguh rakyat rindu kehadiran pejabat publik yang menenangkan hati rakyat, bisa dipercaya dan tentunya dengan saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Wallahu a’lam bi ash-showwab.
Bagikan:
KOMENTAR