Impian Membangun IKN Nusantara


author photo

19 Sep 2022 - 15.08 WIB




_Oleh : Novita Ekawati_

Ibu Kota Nusantara (IKN) ditargetkan akan menjadi kota kelas dunia dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan kelas dunia. Kepala negara juga mengatakan, pembangunan IKN nantinya tidak hanya diisi oleh kantor-kantor pemerintah, melainkan sebagai motor penggerak ekonomi baru. IKN juga dibangun bukan hanya bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga tempat bagi para inovator dan wirausahawan. 

Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN memang dibangun oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebesar 80 persen investasi swasta diundang untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan IKN.

*IKN dalam Jerat Gaya Hidup Materialistik Kapitalisme*

Diharapkan IKN dapat dinikmati generasi muda pada masa mendatang. Ini sejalan dengan klaim bahwa format IKN adalah world class city (kota kelas dunia). IKN Nusantara juga diklaim akan menjadi kota modern yang tidak kalah dengan Neom (Arab Saudi), Dubai (Uni Emirat Arab), serta Shenzhen (Cina). 

Gagasan IKN Nusantara dinyatakan bukan semata hadir sebagai jawaban atas berbagai persoalan ibu kota. Lebih dari itu, kehadiran IKN diklaim akan membawa segudang harapan akan potensinya untuk menjadi wajah peradaban maju Indonesia sekaligus menginspirasi dunia internasional.

Pada momen Indonesia Emas 2045, IKN Nusantara bahkan diproyeksikan menjadi world's leading city (kota terdepan dunia) dalam hal daya saing. Kota kelas dunia adalah konsep yang menggambarkan signifikansi pengaruh suatu kota pada jejaring perkotaan global.

Terdapat beberapa pandangan terkait kriteria yang dapat menjadi tolok ukur dalam menentukan kelayakan suatu kota untuk menyandang predikat kota kelas dunia. Predikat ini disematkan pada suatu kota yang memenuhi beberapa kriteria, seperti arsitektur kota yang ikonik, corak budaya kota yang unik, pariwisata kota yang atraktif, dan infrastruktur yang memadai, sedangkan kriteria nonfisik di antaranya adalah iklim investasi yang menarik.

Tidak hanya itu, kriteria kota kelas dunia juga harus tampil pada tataran sosial ekonomi, seperti dominansi ekonomi nasional-regional, keterbentukan ide dan inovasi, keterhubungan secara global, dan lain sebagainya.

IKN dalam format kota kelas dunia adalah kota yang meniscayakan kebebasan ekonomi dengan titik klimaks setinggi-tingginya tanpa ada kritik jika terjadi suatu abnormalitas. Kapitalisme dengan asas kemanfaatannya akan tetap merestui adanya suatu abnormalitas dalam menyikapi apa pun selama hal itu bermanfaat bagi perputaran roda ekonominya, meski harus mengabaikan potensi munculnya kritik/konflik.

Di alam kapitalisme, kota modern adalah kota metropolitan—bahkan megapolitan—dengan biaya hidup yang mahal. Besarnya biaya hidup tersebut terpengaruhi berbagai faktor, mulai dari kemajuan ekonomi daerah, minat wisatawan, hingga gaya hidup masyarakat setempat. Umumnya, makin tinggi tingkat pertumbuhan ekonominya, harga kebutuhan pokok di suatu daerah juga akan meningkat.

Hal ini mnunjukkan bahwa hanya orang-orang yang mampu secara finansial sajalah yang akan menempati kota-kota modern itu, dengan kata lain hanya orang-orang kaya saja yang kelak akan mampu menjadi penduduk IKN. Sehingga pembangunan IKN dengan judul "kota kelas dunia" bukanlah untuk masyarakat luas, melainkan untuk kalangan berduit saja.

*Mewujudkan Kota Bervisi Keumatan*

Sejak awal, pembangunan IKN sudah sarat kapitalisme. Pemerataan kawasan investasi hanyalah dalih, yang akibatnya kapitalisasi kian meluas di negeri ini. 

Terkait pemindahan ibu kota, Islam memang tidak melarang. ketika Rasulullah saw. hendak mencari kota yang akan menjadi pusat ideologisasi umat dengan Islam. Motivasi terbesar Rasulullah saw. adalah dalam rangka mencari titik sentral dakwah, yakni agar dakwah dapat disebarluaskan dan dimonitor dari satu titik. Visi besarnya dalam rangka aktualisasi dakwah agar mampu menjangkau umat secara lebih luas.

Rasulullah saw. pun memperluas medan dakwah karena dakwah sudah sampai pada tahap membutuhkan para penolong yang bersedia menyerahkan kekuasaan pada Islam, yakni dengan Rasulullah saw. sebagai penguasanya (kepala negaranya). 

Dalam sejarahnya, Khilafah pernah memindahkan ibu kota negara sebanyak empat kali dengan alasan politik. Hanya saja, tidak ada satu pun dari proses pemindahan itu yang melibatkan campur tangan asing, baik dari sisi perencanaan dan pendanaan. Selain membangun infrastruktur, pemindahan ibu kota Khilafah juga membangun kualitas sumber daya manusia. 

Pemindahan ibu kota tidak akan meraih manfaat jika sumber daya manusianya tidak turut "dipindahkan" dari jahiliah ke kualitas islami. Pemindahan IKN saat ini tidak urgen dan tidak tepat, mengandung banyak bahaya yang meliputi aspek ekonomi, pemerintahan, sosial, lingkungan, hingga internasional. Jika dikatakan untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan, hal ini sungguh jauh panggang dari api karena kesejahteraan juga berkaitan dengan sistem ekonomi dan distribusi.

Pembangunan IKN kian menegaskan motif-motif kapitalistik yang jauh sekali dari visi keumatan. Biaya dan gaya hidup kota modern ala kapitalisme terbukti hanya merestui kepentingan pemodal, sekalipun pembangunannya di negeri muslim. Balutan modernisasi hanyalah kemasan yang justru menghasilkan disparitas dan derivat lain kapitalisme itu sendiri, alih-alih mewujudkan Islam sebagai _rahmatan lil 'alamin. Wallahu a'lam._ []
Bagikan:
KOMENTAR