Bullying, Problem Akut Generasi Sekuler


author photo

30 Sep 2024 - 09.19 WIB


Oleh : Nur Miftahul Jannah Nasrah
(Pemerhati Masalah Ibu dan Generasi)

Bullying atau perundungan telah menjadi penyakit yang mengakar pada generasi kita saat ini. Beragam kasus perundungan yang terjadi sampai berakibat kekerasan fisik hingga berujung pada kematian. Seperti yang terjadi pada masyarakat Kota Balikpapan yang dihebohkan dengan adanya aksi bullying yang dialami oleh anak di bawah umur. Korban yang baru duduk di bangku kelas 7 salah satu SMP di Balikpapan itu pun harus mendapat perawatan di RS lantaran mengalami gegar otak. Mirisnya lagi, terduga pelaku mengunggah aksi bullyingnya di status whatsapp dengan caption “ala ala aja kesian”. 
Dikonfirmasi kepada IW (kakak korban) bahwa aksi bullying itu terjadi pada Rabu (21/8/2024) sekitar pukul 20.00 wita. Berawal saat korban melakukan pengaduan terhadap gurunya terkait perbuatan pelaku. Muncul rasa kesal, pelaku pun langsung mendatangi korban dan menerjangnya hingga memar usai bermain sepakbola di salah satu lapangan kawasan Karang Rejo, Balikpapan Tengah. (lintasbalikpapan.com, 28/08/2024)
Bullying atau aksi perundungan yang dilakukan secara terbuka dengan mengunggah di status whatsapp bahkan ada aksi serupa sampai disiarkan secara live, menggambarkan bahwa saat ini kejahatan bukanlah sebagai sesuatu yang buruk, bahkan dianggap wajar dan keren. Hal ini pun menambah daftar panjang kasus kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Bullying tidak hanya terjadi di Balikpapan, di wilayah lain pun kasus serupa banyak terjadi. 
Dalam sistem kapitalis sekuler, tumbuh subur kasus kekerasan karena mencetak individu yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan dan jauh dari Islam. Persoalan ini pun makin membuktikan bahwa pemerintah telah gagal dalam sistem pendidikan sebagai pencetak generasi. Karena sistem pendidikan saat ini berbasis kapitalis sekuler, dimana pelajarnya terbentuk menjadi individu ambisius berwatak keras dan kasar bukan untuk menjadi generasi yang mempunyai kepribadian Islam dan menjadi manusia yang takwa.
Aturan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan yang selama ini digunakan untuk mencegah tindak kekerasan dan bullying pada anak, juga ternyata mandul dalam mengatasi kasus tersebut. Faktanya, hingga hari ini kasus bullying dan kekerasan terus saja muncul tak ada habisnya. Sejatinya ada beberapa faktor bullying yang terjadi pada anak, diantaranya mulai dari penerapan kurikulum berbasis sekuler, hilangnya peran keluarga, hilangnya peran negara, hingga tontonan yang sering di konsumsi oleh anak-anak. 
Pertama, sistem pendidikan sekuler yang memisahkan nilai-nilai agama dalam kurikulum sekolah. Inilah akar masalah dari kepribadian pelajar yang saat ini berjalan dengan penerapan sistem ala sekuler Barat. Memang seringnya gonta-ganti sistem pendidikan saat ini tak ubahnya siswa hanya menjadi kelinci percobaan semata.  Akhlak mulia malah tersisihkan karena hanya mengejar prestasi akademik semata. Justru generasi semakin rusak dan tak tanggung-tanggung perbuatan maksiat justru direkam jadi konten viral. Kedua, sistem sekuler menghilangkan peran keluarga, orang tua tidak mendidik anak-anaknya dengan standar agama, sehingga anak tumbuh dengan jiwa yang mudah marah, tidak mau kalah, dan miskin empati. Ketiga, gagalnya negara dalam menciptakan lingkungan yang Islami bagi generasi dalam membentuk kepribadian Islam individu masyarakat. Standar materi dan duniawi yang berbasis hawa nafsu melingkupi benak masyarakat saat ini yang menjadikan kemaksiatan dinormalisasi. Maka tidak heran jika negara yang berideologi kapitalisme abai terhadap pengurus urusan rakyatnya termasuk dalam membentuk generasi berkepribadian mulia. Pelajar hanya dipandang sebagai sumber cuan yang ditarget untuk menjadi pilar-pilar ekonomi demi menaikkan pertumbuhan ekonomi negara. Keempat, kondisi ini makin diperparah dengan media sosial yang berasas sekuler dengan membiarkan konten media mengajarkan kekerasan tersebar luas dan bebas diakses oleh siapapun termasuk generasi. Ditambah lagi sistem sanksi yang tak menjerakan menjadi penyebab menjamurnya pelaku bullying saat ini.

Berbeda dengan sistem Islam, tindakan perundungan atau bullying sangat dilarang karena bisa merugikan orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Abu Musa ra, berkata, “Mereka (para sahabat) bertanya, Wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama? Beliau menjawab, ‘Orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya,” (HR. Bukhari).
Allah SWT berfirman. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan janganlah pula sekumpulan wanita merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim,” (TQS. Al-Hujarat ayat 11).
 Untuk menghilangkan bullying ini dibutuhkan kerja sama antara keluarga, masyarakat, dan peran negara. Sistem Islam sebagai satu-satunya sistem yang menyodorkan solusi atas setiap problematika kehidupan. Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada generasi penerus, bahkan sejak usia dini. Pada masa Islam berjaya, orang tua menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Orang tua akan menjalankan perannya dengan mendidik anak sesuai tuntunan syariat. 
Dengan demikian, anak memiliki pegangan hidup yang kokoh sehingga di usia baligh mereka siap menjalani kehidupan dan memahami hakikat hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Dalam kehidupan bermasyarakat yang diatur Islam, masyarakat melakukan kontrol dengan aktivitas saling mengingatkan antar anggota masyarakat agar mereka senantiasa berjalan sesuai dengan tuntunan syariat. Perasaan masyarakat juga Islami, tidak akan mampu melukai hati orang lain. 
Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian Islam pada setiap anak didik. Kurikulum pendidikan harus berasaskan akidah Islam yang menjadi arah dan tujuan pendidikan. Negara akan memfasilitasi media untuk pendidikan yang akan mendorong peserta didik berperilaku positif, sebagaimana dicontohkan generasi-generasi sukses sebelumnya dalam peradaban Islam. Negara akan melarang semua konten media yang merusak, baik dalam media buku, majalah, surat kabar, media elektronik dan virtual. Negara berkewajiban menutup semua pintu-pintu kemaksiatan dan akan melaksanakan sanksi yang tegas atas segala pelanggaran hukum syarak. Maka bisa disimpulkan bullying merupakan duri dalam pendidikan. Permasalahan ini hanya akan bisa diatasi dengan solusi Islam yang menyeluruh serta membutuhkan kerja sama antara keluarga, masyarakat dan negara. Tanpa sistem Islam, manusia tidak akan pernah bisa menyelesaikan semua permasalahan hidupnya. Wallahua'lam bissawab.
Bagikan:
KOMENTAR