Narkoba, Penghancur Generasi Muda,Islam Punya Solusi


author photo

24 Jan 2023 - 14.50 WIB


Penulis: Ummu Zaki ( ibu pembelajar)

Artis Revaldo Fifaldi Surya Permana kembali ditangkap polisi karena penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu dan ganja. (Republika, 10-1-2023). Pemeran Rangga dalam sinetron Ada Apa dengan Cinta ini sudah dua kali ditangkap karena urusan narkoba. Tidak kapok-kapok, kini ia mengulangi aksinya. Ini menunjukkan bahwa jerat narkoba begitu kuat terhadap penggunanya.Tidak hanya Revaldo, sederet artis juga terbukti pernah menyalahgunakan narkoba. Kebanyakan mereka adalah artis-artis muda figur publik di tengah masyarakat. Bagi mereka, narkoba seolah sudah menjadi kebutuhan. Meski sudah pernah ditangkap dan dipenjara, mereka tetap mengonsumsinya lagi dan lagi. Sistem sanksi yang berlaku tampak tidak efektif membuat mereka jera. Maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan artis menjadi cermin maraknya peredaran barang haram ini di tengah masyarakat. Meski mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, ternyata Indonesia justru menjadi pasar peredaran narkoba. Tidak hanya pasar, bahkan sudah menjadi produsennya. Pada 15 Januari lalu, Polda Metro Jaya menggeledah sindikat industri pembuatan liquid vape yang mengandung narkoba jenis sabu-sabu cair di Jakarta Barat.

Menjerat Pemuda
Sabu-sabu cair merupakan narkoba jenis baru yang menyasar kalangan muda. Sabu-sabu cair tersebut dikonsumsi dengan mencampurkannya ke dalam kopi atau cairan rokok elektronik (vape). Dengan demikian, sasarannya adalah anak-anak muda yang sering mengisap vape. Padahal, narkoba menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang luar biasa bagi penggunanya. Di masyarakat, pengguna narkoba bisa sampai bertindak kejahatan, kekerasan, dan perusakan. Dengan daya rusak sedemikian besar, bisa kita bayangkan betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka terkena jerat “monster” narkoba. Fisik dan akal mereka rusak, psikis mereka juga bermasalah. Padahal, para pemuda adalah pemegang estafet peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam. Namun, sayang sekali, begitu banyak serangan—salah satunya adalah narkoba—untuk menghancurkan generasi muda muslim agar potensi mereka hancur lebur dan tidak bisa menjadi garda terdepan perjuangan Islam. Akibat narkoba, generasi muda muslim menjadi lemah dan rusak. Jangankan memikirkan persoalan umat yang demikian rumit, persoalan diri sendiri saja tidak mampu untuk mereka selesaikan.

Persepsi yang Salah
Maraknya narkoba di tengah generasi muda berangkat dari persepsi yang salah terhadap narkoba. Padahal, setiap muslim wajib menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur dalam mengonsumsi sesuatu. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah: 168, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”Hadis dari Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309). Dengan demikian, narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457). Namun, dalam sistem kehidupan sekuler liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, halal/haram tidak lagi menjadi tolok ukur. Semua hal dianggap serba boleh, asalkan menyenangkan. Generasi muda pun menganut gaya hidup having fun yang menghalalkan segala hal, meski haram dan berbahaya. Selain itu, kehidupan sekuler juga memunculkan masyarakat individualis sehingga meninggalkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Kontrol sosial tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Bahkan, artis pengguna narkoba tetap saja dipuja dan mendapat panggung, seolah tidak ada sanksi sosial bagi mereka.

Pemberantasan yang Efektif
Selama ini, penyelesaian terhadap masalah narkoba oleh penguasa tidaklah menyentuh akar persoalan, yaitu sistem hidup sekuler liberal yang serba boleh. Padahal, sekularisme liberal itulah yang menjadikan narkoba bebas beredar masif di tengah masyarakat. Sanksi yang diberlakukan negara juga tidak efektif membuat pelakunya jera karena adanya persepsi yang salah tentang penggunaan narkoba. Seharusnya, pengguna narkoba diposisikan sebagai pelaku kejahatan sehingga harus dihukum berat. Ironisnya, di negeri ini, pengguna narkoba diposisikan sebagai “korban” sehingga malah “dihadiahi” rehabilitasi medis. Pengistimewaan ini akhirnya membuat pengguna narkoba tidak kapok, toh sanksinya hanya diharuskan rehabilitasi. Pihak yang dianggap sebagai pelaku kriminal hanyalah pengedar dan produsennya. Itu pun ternyata ada mafia yang menjadikan jaringan sindikat narkoba di negeri ini “aman” tidak tersentuh hukum, meski tetap ada beberapa penangkapan oleh aparat. Badan Narkotika Nasional (BNN) memetakan bahwa ada 98 jaringan sindikat narkoba beroperasi di Indonesia, 27 di antaranya berskala internasional. Kuatnya sindikat narkoba ini tidak lepas dari peran oknum aparat sebagai beking-nya—yang dikonfirmasi oleh kompolnas sendiri. (Merdeka, 10-11-2014). Adanya aparat penegak hukum yang menjadi beking sindikat narkoba menunjukkan bahwa persoalan narkoba demikian sistemis. Walhasil, butuh perubahan mendasar untuk memberantas narkoba secara tuntas.

Sistem yang Efektif
Sistem Islam (Khilafah) menjadikan hukum syarak sebagai tolok ukur perbuatan. Sesuatu yang haram dikonsumsi, seperti narkoba, akan dilarang beredar. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, negara memberlakukan patroli oleh polisi. Aparat juga akan menjaga perbatasan, baik darat, laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang bisa masuk ke wilayah Khilafah, baik berupa produk jadi maupun bahan bakunya. Aparat keamanan dipilih dari orang-orang pilihan yang tidak saja mampu, tetapi juga bertakwa. Dengan demikian, mereka tidak tergiur untuk menjadi beking sindikat narkoba.
Khilafah akan menerapkan sanksi tegas bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah takzir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qodi misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Hukuman bagi pengguna narkoba yang baru akan berbeda dengan pengguna lama. Takzir bagi pengedar dan produsen narkoba tentu lebih berat daripada pengguna, bahkan bisa sampai pada level hukuman mati. (Lihat: Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98). Aparat yang terbukti mem-beking jaringan narkoba jelas akan mendapat sanksi berat. Inilah gambaran solusi efektif yang bisa memberantas narkoba hingga tuntas. Wallahualam.....
Bagikan:
KOMENTAR