Ramadan Tanpa Junnah Maksiat Tetap Jalan


author photo

11 Mar 2025 - 17.23 WIB




Oleh: Nurul Rahmah, S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)

Tak terasa bulan ramadhan ini telah berlalu sepekan. Artinya selama kurang lebih satu pekan umat muslim menjalani ibadah di bulan ramadhan ini. 

Berkaitan dengan ini, pemerintah kota DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan terkait operasional tempat hiburan malam selama Ramadan dan perayaan Idulfitri 1446 Hijriah. Dalam Surat Edaran (SE) ini, sejumlah jenis tempat hiburan yang wajib tutup selama Ramadan hingga Idulfitri adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, arena permainan ketangkasan untuk orang dewasa, serta bar atau rumah minum. (Suara, 28 Februari 2025)

Sebaliknya, Pemerintah Kota Banda Aceh merevisi aturan dan imbauan bagi warga saat puasa ramadan. Dimana tahun sebelumnya, tempat hiburan seperti biliard, play station, karaoke dilarang buka saat siang hari. Untuk tahun ini, Pemkot Banda Aceh tak lagi melarang tempat hiburan tersebut beroperasi saat siang hari selama ramadan. (Viva, 27 Februari 2025)

Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama ramadan, menunjukkan kebijakan penguasa hari ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Apalagi ada daerah yang tak lagi melarang operasinya selama ramadan. Nampaklah Inilah potret pengaturan berdasarkan sistem kapitalisme yang sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. 

Paradigma yang digunakan asas kemanfaatan meski melanggar ketentuan syariat. Bahkan kehadiran bulan suci Ramadan pun tak mampu mencegah praktik kemaksiatan. Ini bukti nyata adanya sekularisasi. Di sisi lain, adanya kemaksiatan model ini sejatinya juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler.

Kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Hal ini karena dalam Islam kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syarak dan ada sanksinya.

Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata akan berlandaskan akidah Islam, dan bukan dengan asas kemanfaatan. Semua bentuk yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Dan akan diterapkan sanksi tegas yang menjerakan.

Dalam kacamata Islam, dilihat dari sudut pandang manapun bisnis semacam ini tidak akan pernah diberikan ruang, karena tempat ini merupakan tempat dilakukannya kemaksiatan, dan menimbulkan kerusakan. Negara yang berfungsi sebagai Raa'in dan Junnah yaitu untuk memelihara semua urusan kemaslahatan umat serta melindungi kemuliaan dan kehormatan kaum muslimin seluruhnya. 
Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Juga Nabi SAW bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Dan untuk bisnis semacam ini hukumnya adalah haram di dalam Islam karena menimbulkan mudharat yang begitu besar, yaitu merebaknya penyakit menular seksual, HIV/AIDS, penggunaan narkoba, miras, segala bentuk kemaksiatan, dan kerusakan generasi bahkan kebinasaan. 

Allah SWT berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS Ar Ruum:41).

Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi. Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah SWT di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah SWT)”

Maka, mari kita menjadikan Ramadhan kali ini untuk memulai perubahan menuju pribadi yang benar-benar bertakwa, yang siap menjalankan dan menegakkan syariah Allah SWT secara kâffah. Menuju cahaya Islam Rahmatan lil 'aalamiin dalam naungan Khilafah Islamiyah. 

Wallahu'alam bisshowwab
Bagikan:
KOMENTAR